Rabu, 24 Juni 2009

LAPORAN DINPOP

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara maritim yang membentang luas di khatulistiwa dari 94o BT-141o BT dan 6o LU-11o LS, dengan karakteristik sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil serta memiliki garis pantai 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada. Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil dari garis pantai, selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 12 mil dan landas kontingen sampai 350 mil dari garis pantai. Dengan ditetapkannya konvensi PBB tentang hukum laut Internasional 1982 wilayah laut yang dapat dimanfaatkan diperkirakan dapat mencapai 5,8 juta km2 merupakan perairan ZEE (Dahuri, 2003).
Indonesia memiliki perairan yang sangat luas dengan garis pantai sepanjang 95.181 km sehingga memiliki potensi sumberdaya, terutama sumber daya perikanan laut yang cukup besar, baik dari kuantitas maupun dari segi diversitas sehingga menjadi modal dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Selain itu, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau-pulau sekitar 17.504 pulau (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).
Laut penting artinya untuk menjadikan bumi sebagai tempat kehidupan beranekanragam makhluk hidup, karena tergantung sumberdaya hayati dan non hayati yang sangat dibutuhkan, terutama untuk kelangsungan hidup organisme dan pemanfaatannya secara langsung maupun tidak langsung. Mengingat urgensi laut dimasa sekarang ini peranan daerah pesisir dan lautan dengan cara membudidayakan dan masyarakat teknik pendayagunaan.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi perikanan melimpah, namun baru sebagian kecil dimanfaatkan dengan baik. Di samping itu, Indonesia juga mempunyai potensi perikanan darat yang baik dikembangkan untuk budidaya, penangkapan, pengolahan serta pemasaran. Selanjutnya dengan diakuinya Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia telah menambah potensi perikanan laut.
Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah Negara Republik yang sebagian besar wilayahnya sekitar 329.867,61 km dengan luas lautnya 2 35.306 km (71,33%) sedangkan daratan hanya sekitar 94.561,6 km (28,67%) .Kondisi perairan yang sangat menjadikan sektor perikanan dapat menjadi sektor andalan setalah sektor migas.Pada akhir tahun 2004 dicatat hasil produksi perikanan budi daya berupa Tambak sebanyak 1.050,6 ton, kolam 15.974,9 ton, keramba 2.362,6 ton dan perikanan sawah mencapai 9,4 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Barat, 2004)
Perikanan merupakan salah satu kegiatan manusia untuk memanfaatkan sumberdaya hayati perairan (aquatic resources) yang berada di perairan tawar, payau maupun laut. Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian nelayan, namun diperlukan berbagai cara untuk memperbaiki usaha perikanan yang masih tradisional agar menjadi usaha perikanan modern. Pembangunan sumberdaya perikanan laut yang merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat, ternyata belum di rasakan memadai. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan yang kurang optimal.
Sumber daya ikan mempunyai sifat tidak terlihat (invisble), hidup dan dapat memperbaharui dirinya (renewable), dengan demikian bila dinamika populasinya dapat diketahui, maka manusia dapat memperoleh hasil tangkap yang optimal dan berkelanjutan. Masalah yang ada terdapat dalam identifikasi parameter populasi, yakni laju pertumbuhan (growth rate) dan laju kematian (mortality rate) yang tidak mudah diperoleh karena memerlukan data dan informasi tentang sebaran frekuensi ukuran secara runtun waktu (time series), hal ini berakibat pada terbatasnya aplikasi model dinamik dalam pengkajian stok sumber data ikan. Alternatif upaya pengkajian stok yang biasa digunakan adalah model produksi surplus, yang menggunakan data”catch” (upaya) yang selama ini bisa dikumpulkan.( Badruddin, B. Sumiono dan B. Iskandar ps.1992).
Berdasarkan data Statistik Perikanan yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Barat sekitar 81% produksi perikanan Sumatera Barat dihasilkan dari perikanan tangkap, baik dari perikanan tangkap perairan laut (74.85%), maupun dari perikanan tangkap perairan umum (6.15%). Sisanya sebesar 19% dihasilkan dari perikanan budidaya di perairan Tawar. Dilihat dari jenis-jenis ikan yang dihasilkan, lebih dari 64% (66 jenis) dihasilkan dari perikanan tangkap, dan hanya sekitar 34% (12 jenis) yang dihasilkan dari perikanan budidaya.
Potensi sumberdaya perikanan tangkap yang dimiliki propinsi Sumatera Barat meliputi sumberdaya ikan pelagis (besar dan kecil), ikan demersal, ikan karang (ikan konsumsi dan ikan hias), udang penaid dan krustase lainnya serta penyu laut. Semua sumberdaya perikanan tangkap tersebut merupakan potensi yang sangat dihandalkan di Sumatera Barat, karena mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dan banyak ditemukan di perairan Sumatera Barat.
Pelabuhan Perikanan Bungus merupakan salah satu pelabuhan yang terletak di Jl.Raya Padang-Painan KM.16 Bungus, Padang. Pelabuhan bungus ini merupakan salah satu pelabuhan terbesar di pantai barat Sumatera.
Pelabuhan bungus ini merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Barat yang memiliki laut sebagai lahan untuk dikembangkan dalam bidang perikanan tangkap, alat tangkap yang digunakan dipelabuhan ini bermacam-macam yaitu berupa pukat pantai, pukat cincin, jaring insang, jaring lingkar, bubu, jaring insang tatap, bagan, serok, long line, dan tonda.
Dari keterangan diatas pelabuhan Bungus dijadikan sasaran untuk dilakukannya praktikum Dinamika Populasi yaitu sesuai antara potensi umum pelabuhan tersebut dengan harapan seluruh mahasiswa dapat mengetahui tentang studi mempelajari stok ikan yang ada di suatu perairan khususnya di pelabuhan Bungus.

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum
Tujuan melakukan praktikum dinamika populasi adalah untuk mengetahui stok serta gambaran populasi ikan yang terdapat di perairan pelabuhan bungus dan untuk mengetahui sifat-sifat sosial di daerah tersebut.
Manfaat praktikum adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan praktikan, untuk mendapatkan data dan informasi mengenai perikanan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Perairan
Menurut Kasry (2003) menyatakan bahwa perairan umum adalah bagian dari permukaan bumi yang secara permanen atau berkala digenangi air, baik air tawar, air payau, maupun air laut. Perairan tawar menyebar mulai dari air laut surut terendah kearah daratan dan badan air tersebut terbentuk secara alami atau buatan (waduk/ kolam).
Laut mempunyai berbagai fungsi diantaranya adalah sebagai sarana transfortasi, usasaha budidaya, aktivas penduduk seperti MCK, usaha penangkapan dan lain sebainya. Selain itu perairan laut merupakan lingkungan hidup yang berfungsi sebagai media tempat tumbuh organisme, tempat berkembang biak, untuk pergerakan pembawa zat hara serta pelarut gas-gas dan mineral (Soesono, 1977). Sedangkan menurut Odum (1971), sungai dapat menerima bahan-bahan asing dari luar yang menyebabkan berubahnya kualitas air, sehingga hidro-biota yang hidup di dalamnya mengalami gangguan.
Perikanan merupakan suatu usaha atau kegiatan manusia untuk memanfaatkan sumberdaya hayati perairan. Ditinjau dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada umumnya dapat dibagi atas dua, yaitu : 1) penangkapan ikan dan binatang lainnya yang dilakukan oleh para nelayan di laut, rawa, sungai dan danau yang dikenal dengan usaha penangkapan ikan, dan 2) pemeliharaan ikan dan binatang lainnya yang dilakukan oleh petani ikan di kolam, sawah, perairan umum dan di tepi pantai. Usaha ini lebih dikenal dengan usaha budidaya perikanan (Effendi, 1979).
Laut di daerah Bungus ini sebagaimana pelabuhan laut lainnya banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar diantaranya sebagai sarana transportasi, tempat mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari, dan aktivitas perkapalan dan perikanan
Sihotang (1998) menyatakan bahwa perairan laut umumnya dalam dan cukup keruh sehingga mencegah penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam laut dengan demikian bersama pengaruh arus bisa mengatasi pertumbuhan organisme.

2.2. Perikanan
Perikanan adalah salah satu usaha manusia untuk memanfaatkan sumber hayati perairan bagi kepentingan hidupnya baik itu sumber hayati hewan maupun sumber hayati tumbuh-tumbuhan. Usaha ini hanya mempergunakan taktik dan cara yang sederhana sehingga hasil yang didapat pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pengelolaan perikanan di Indonesia secara garis besar dapat di bagi dua, yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap (Syamsuddin, 1980).
Fauzi (1985) menyatakan bahwa secara umum usaha perikanan selalu didefenisikan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang menyangkut : 1) kegiatan produksi yang bersifat mengadakan atau menghasilkan ikan, baik dengan cara penangkapan maupun budidaya, 2) kegiatan pengolahan yaitu melakukan sesuatu terhadap ikan yang telah dihasilkan sehinggga merubah keadaan, bentuk dan nilai ekonomisnya, dan 3) pemasaran ikan yang menyangkut segala kegiatan memperdagangkan ikan mulai dari produsen sampai ke konsumen. Sedangkan Arisman (1982) menekankan bahwa untuk meningkatkan hasil tangkapan perlu adanya manajemen penangkapan yang baik. Keberhasilan usaha penangkapan ikan ditentukan oleh keseimbangan antara manajemen usaha perikanan, sarana penunjang keperluan penangkapan dan usaha penangkapan yang meliputi beberapa faktor seperti unit penangkapan yang digunakan (kapal, alat tangkap) serta mental dan keterampilan penggunaan alat tersebut.
Dirjen Perikanan (1978) menyatakan bahwa yang menjadi dasar utama dalam memajukan dan mengembangkan perikanan adalah dengan peningkatan pengenalan jenis- jenis ikan serta pengetahuan tentang habitat, penyebaran dan biologinya. Salah satu usaha memajukan dan mengembangkan perikanan adalah dengan melakukan penelitian tentang biologi ikan.
Perikanan Sumatera Barat yang memiliki kekuatan potensial dalam bidang perikanan dan kelautan, dimana sumberdaya perairannya sangat luas baik untuk penangkapan ikan maupun budidaya. Sumatera Barat daratan sesuai dengan wilayahnya terdiri dari sungai, danau, dan rawa berpotensi untuk pengembangan budidaya, kolam, keramba, minapadi dan longyam.
2.3. Penangkapan
Usaha penangkapan ikan merupakan suatu usaha manusia untuk menghasilkan suatu hasil tangkapan baik itu berupa ikan maupun organisme lainnya di suatu perairan. Ayodhyoa, (1981) .
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi suatu alat penangkapan ikan adalah juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha penangkapan ikan, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi usaha penangkapan ikan adalah : 1) Konstruksi alat penangkapan ikan yang cocok, 2) Keterampilam nelayan dan 3) Bahan yang dipergunakan.
Berdasarkan metode penangkapan yang ada di dunia dapat diklasifikasikan kedalam 16 golongan yakni: 1) Penangkapan dengan tanpa menggunakan alat (fishing without gear), 2) Penangkapan dengan melukai sasaran (fishing with wounding gear), 3) Penangkapan dengan cara membius (fishing by stpyeing), 4) Penangkapan dengan menggunakan tali atau benang (line fishing), 5) Penangkapan dengan perangkap (fishing with trap), 6) .Penangkapan dengan memerangkap di suatu areal penagkapan (fishing with areal traps, 7) Penangkapan dengan jaring berkantong dan memiliki mulut (fishing with net bag with fixed mouth), 8) Penangkapan dengan alat yang ditarik di dasar pantai (fishing with dragged gear), 9) Penangkapan dengan teknik melingkari setengah pantai (seiring), 10) Penangkapan dengan teknik melingkari gerombolan ikan (fishing with serounding nets), 11) Penangkapan dengan dengan cara alat di perairan (fishing with drived in method), 12) Penangkapan dengan teknik mengangkat alat di perairan (fishing with lift net), 13) Penangkapan dengan menjatuhkan alat tangkap ke perairan ( fishing with falling gear), 14) Fishing with gill net, 15) Fishing with tangle nets, 16) Harvesting machines (Brandt, 1984).
Gill net merupakan alat tangkap yang banyak dipakai nelayan di Sumatera Barat, dan alat penangkapan ini mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena gill net disesuaikan dengan jenis ikan komersial yang tertangkap di perairan Sumatera Barat, di tambah lagi alat penangkapan ini mudah dan relatif murah serta dicapai nelayan secara teknis maupun ekonomis.
Alat tersebut dalam pengoperasiannya tidak hanya untuk penangkapan di laut tapi juga dapat digunakan di perairan umum seperti danau, sungai dan lain- lainnya. Sadhori (1984) mengatakan rawai adalah salah satu alat penangkapan ikan dan udang terdiri dari rangkaian dari tali–temali yang bercabang- cabang dan pada tiap jaring ujung cabang diikat sebuah pancing. Sedangkan pancing adalah alat tangkap yang sederhana yang fungsinya hanya bisa melakukan operasi penangkapan kecil.
2.4. Pengolahan Ikan.
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena kandungan proteinnya yang tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna, dan harganya murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Namun, disamping kelebihan yang dimiliki oleh ikan terdapat juga kelemahan – kelemahan diantaranya adalah ikan sangat cepat mengalami kerusakan atau pembusukan (Adawiyah, 2006)
Ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang mempunyai bentuk maupun sifat yang hampir sama dengan ikan yang masih hidup di dalam air atau belum sama sekali mengalami usaha penanganan. Penanganan hasil perikanan adalah salah satu usaha yang dilakukan oleh manusia baik dengan cara pengolahan dan pengawetan untuk mempertahankan mutu ikan agar tetap dapat bertahan sampai pada tangan konsumen. Dalam perindustrian perikanan, penanganan (handling) ikan segar bertujuan untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu selama mungkin. Hal ini karena kesempurnaan dari penaganan ikan tersebut menentukan baik atau buruknya mutu ikan (Moeljanto, 1992).
Kemunduran mutu ikan berawal dari adanya kerusakan atau pembusukan ikan. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) secara umum kerusakan atau pembusukan ikan dan hasil-hasil olahannya dapat digolongkan pada: 1) kerusakan-kerusakan biologi, 2) kerusakan-kerusakan enzimatis, 3) kerusakan-kerusakan fisika, dan 4) kerusakan-kerusakan kimiawi.
Ditekankan pula oleh Afrianto dan Liviawaty (1989) bahwa biasanya pada tubuh ikan yang telah mengalami proses pembusukan akan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lender pada insang mapun tubuh bagian luar. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan maupun pengawetan.
Adapun tujuan utama proses pengolahan dan pengawetan ikan yaitu mencegah proses pembusukan pada ikan, terutama pada saat produksi melimpah, meningkatkan jangkauan pemasaran ikan, melaksanakan diversifikasi pengolahan produk-produk perikanan, dan meningkatkan pendapatan nelayan atau petani ikan, sehingga mereka terangsang untuk melipatgandakan produksi. Proses pengolahan dan pengawetan ikan ini dapat dilakukan dengan menggunakan suhu rendah, suhu tinggi, dan mengurangi kadar air salah satunya dengan menggunakan panas maupun udara panas.
Dan dijelaskan oleh keduanya pula prinsip-prisip dalam pencegahan pembusukan, yaitu dengan mengurangi jumlah bakteri dan enzim, membunuh atau menghambat kegiatan bakteri dan enzim serta melindungi ikan dari pencemaran pada saat ikan masih hidup pada habitatnya maupun pada saat pasca panen.
Adapun pengolahan hasil perikanan yang dilakukan diantaranya adalah secara tradisional seperti pembuatan ikan asin, ikan asap, dan hal itu dilakukan secara sederhana. Selain secara tradisional, pada saat ini pengolahan ikan sudah banyak mengalami kemajuan seperti pengawetan ikan.
2.5. Pemasaran Perikanan
Pemasaran (marketing) menurut Manulang (1980) adalah segala aktivitas yang dikerjakan orang-orang atau bagian untuk memindahkan barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Sedangkan menurut Ganda dan Alfonsus (1992) menyatakan bahwa pemasaran dapat dikatakan sebagai kajian terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen, pemasaran melibatkan banyak kegiatan yang berbeda yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem pemasaran tersebut.
Hermanto (1979) mengatakan pemasaran ikan merupakan suatu rantai yang panjang karena berfungsinya lembaga pemasaran pasar-pasar yang bersifat monopoli, biaya tata niaga yang tinggi, sarana dan prasarana serta informasi yang kurang baik mengakibatkan harga yang diterima konsumen sangat tinggi. Kemudian Satwiko (1984) menambahkan bahwa untuk menunjang kesuksesan suatu usaha perikanan harus didukung oleh sistim pemasaran yang baik. Untuk itu kebijaksanaan yang ditempuh adalah meningkatkan pembinaan dan sistim pemasaran yang dapat menguntungkan para nelayan dan petani ikan sekaligus tidak memberatkan para konsumen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran antara lain : mutu, produk, jumlah produk, jauh dekatnya sumber produk dengan konsumen, sarana angkut dari produsen dan jumlah konsumen dari produk. Sementara itu pedagang yang membeli barang dari pihak produsen (dalam partai besar) disebut sebagai pedagang besar (grosir atau wholeseller) yang kemudian menjual kembali barangnya (partai kecil) kepada pedagang eceran yang kemudian berhadapan langsung dengan konsumen (Hidayat, 1987).
Hambatan dalam pemasaran hasil perikanan disebabkan oleh : 1) Sifat ikan yang cepat kehilangan mutu dan pengawetan yang kurang sempurna, 2) produksi yang dipengaruhi oleh fluktuasi musim, 3) transportasi yang kurang memadai, 4) Jauhnya jarak antara produsen (petani ikan) dengan pasar sehingga mengakibatkan kedudukan nelayan atau petani ikan pada posisi yang sulit dan lemah sehingga pedagang perantara lebih berperan dalam menentukan harga (Eddiwan, 1983).
Menurut Malik (1998), tantangan-tantangan yang dihadapi nelayan dan petani ikan skala kecil masih dicirikan dengan masalah-masalah sosial ekonomi seperti tingginya biaya produksi, tidak meratanya kepemilikan, rendahnya nilai investasi, lemahnya kelembagaan nelayan, konflik dengan usaha perikanan padat modal dan ketidak sempurnaan pasar.
Rendahnya produksi perikanan mempengaruhi pendapatan rumah tangga masyarakat nelayan juga menjadi rendah. Besar kecilnya anggota keluarga akan mempengaruhi secara langsung terhadap pendapatan perkapita keluarga. Makin besar anggota keluarga maka makin besar pula beban yang harus dipikul oleh kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu Mubyarto (1997) mengatakan bahwa sumberdaya perikanan di Indonesia mempunyai arti sosial yang penting bagi masyarakat mengingat : a) Besarnya jumlah penduduk maupun nelayan, b) Sebagian besar dari wilayahnya adalah laut ditambah perairan darat, c) Rendahnya konsumsi protein berpengaruh pada kemampuan untuk pertumbuhan dan kecerdasan, d) Keterbatasan dan keterlambatan peningkatan produksi.
2.6. Permasalahan dalam Perikanan
Menurut Syamsuddin (1980) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perikanan Indonesia antara lain: (1) usaha masih bersifat sambilan, (2) terbatasnya modal memiliki, (3) kurangnya bimbingan dari pihak yang berwenang, (4) terbatasnya pendidikan yang dimiliki oleh petani ikan. Oleh karena pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah: (1) pengadaan dan penyediaan serta penyederhanaan sarana dan prasarana usaha perikanan, (2) sarana perkreditan bagi petani, dan (3) pendidikan, latihan dan penyuluhan dalam rangka alih teknologi bagi petani.
Pembangunan perikanan pada dasarnya merupakan proses upaya manusia untuk memanfaatkan sumber dayahati perikanan dan sumberdaya perairan melalui kegiatan ikan, pembudidayaan ikan, seiring dengan pengembangan sumberdaya manusia, pemanfaatan modal, pengembangan dan kesejahteraan, peningkatn kerja dan berusaha serta peningkatan devisa Negara, disertai upaya-upaya pemeliharaan dan pelestarian sumberdaya hayati dan lingkungan secara alami (Malik, 1998).
Sensus Pertanian (1983) dalam Indrawati (2006) membuktikan bahwa permasalahan-permasalahan yang terdapat pada masyarakat pedesaan pada umumnya sama di Indonesia, yakni menyangkut segi social ekonomi. Indikator social meliputi pendidikan, kesehatan, rumah dan jumlah tanggungan keluarga merupakan faktor yang menjadi perhatian demi meningkatkan taraf hidup, sedangkan indikator ekonomi menyangkut pendapatan dan pengeluaran rumah tangga.
III. METODE PRAKTIKUM

3. 1. Waktu dan Tempat
Praktikum lapangan dinamika populasi ini dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu, tanggal 16-17 Mei 2009 yang bertempat di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Sumatera Barat.
3. 2. Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum Dinamika Populasi ini adalah lembaran kuisioner , kamera untuk mendokumentasikan gambar, alat-alat tulis untuk mencatat data primer dan data sekunder yang didapat dari lokasi praktikum.
3. 3. Metode Prakikum
Metode praktikum yang digunakan adalah metode survey yaitu melakukan pengamatan langsung ke lokasi praktek serta wawancara dengan beberapa orang masyarakat perikanan atau nelayan yang ada di lokasi tersebut. Data yang dikumpulkan terdiri dari: 1) data primer yaitu data hasil observasi di lokasi dan wawancara langsung dengan para petani ikan yang mencakup, penangkapan, pengolahan, dan penjual ikan. 2) data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan atau instansi yang terkait.
3.4. Prosedur Praktikum
Adapun prosedur dari praktikum ini yaitu untuk data primer praktikan melakukan wawancara atau tanya jawab kepada masyarakat perikanan atau para nelayan yang ada disekitar pelabuhan perikanan samudera bungus seputar aktivitas perikanan yang mereka lakukan. Sedangkan untuk data sekunder praktikan memperolah data dari pegawai dinas terkait.
Pada hari pertama, semua praktikan mengikuti seminar atau presentasi seputar kegiatan perikanan yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Sumatera Barat oleh salah seorang pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan. Melalui seminar yang dilengkapi dengan diskusi ini, para praktikan memperoleh data sekunder yang cukup lengkap dan memuaskan.
Selanjutnya seluruh praktikan mulai berinteraksi dengan para nelayan yang kapalnya sedang bersandar di pelabuhan untuk mendapatkan data primer. Secara bergantian praktikan menanyakan banyak hal seputar aktivitas mereka ketika melakukan penangkapan. Mulai dari persiapan, anggaran, bahan logistik, waktu penangkapan, lama penangkapan, alat penangkapan dan lain-lain. Pada malamnya praktikan disuruh ke dermaga untuk melihat bongkar muat hasil tangkapan.
Pada hari kedua kembali praktikan melengkapi data primer dengan mewawancarai pedagang pengumpul, pedagang pengecer di Pasar Gaung Teluk Bayur . Tetapi pada saat tiba di lokasi pasar, ikan yang dijual sedikit karena ikan hasil tangkapan sedikit akibat terang bulan.















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
Data Primer
Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus ini merupakan salah satu pelabuhan di pantai barat Sumatera Barat dan terletak di jalan lintas Padang-Painan Km 16 Bungus Padang. Berada pada 16 km sebelah selatan Padang atau 1,5 jam perjalanan. Lokasi pantai ini mudah dicapai dengan transportasi darat. Bentuk pantainya menyerupai bulan sabit. Air lautnya hangat dan aman untuk berenang.
4.1.1. Data primer untuk kegiatan penangkapan yang diajukan kepada nelayan tangkap di sekitar Pelabuhan dan Perairan Pantai Bungus.
a. Identitas Responden

Nama : Rian
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama dan Etnis : Islam dan Minang
Umur : 21 tahun
Alamat : Batang kapas, pesisir, Padang
Tahun mulai bermukim : 2000
Pendidikan : SMP
Mata pencaharian pokok : Nelayan
Mata pencaharian sampingan : Mengojek
Anggota Keluarga : 5 orang

Rian menjadi Nelayan mulai tahun 2000, pekerjaan ini tidak turun temurun dari keluarga tetapi dari diri sendiri. Jumlah tanggungannya 2 orang. Melaut ikut sama orang lain. Pekerjaan sebelum menjadi nelayan adalah pengangsur. Pekerjaan sampingan yaitu mengojek.
b. Alat Penangkapan

Alat tangkap yang digunakan Saudara Rian untuk menangkap ikan yaitu pancing, wareng, dan kapal. Jenis ikan yang tertangkap pada saat melakukan penangkapan yaitu ikan tuna, ikan tete, ikan sala, ikan sisik, ikan nyarang dan ikan bolo. Hasil tangkapan dijual ke TPI, Tauke, Pedagang dan Gauang. Alat tangkap yang digunakan 2 unit. Ada milik sendiri yang di beli di pasar secara tunai dan ada yang bukan milik sendiri dari induk samang/tauke.
Modal dalam operasi penangkapan merupakan milik sendiri dan biaya dalam satu kali operasi sebesar Rp, 15.000.000. Waktu operasi pada malam hari. Dalam seminggu melakukan penangkapan sebanyak 3 kali, dan daerah penangkapan di tengah laut. Musim penangkapan tidak ada di daerah ini. Perahu yang digunakan terbuat dari kayu, dan hasil tangkapan sekali menangkap mencapai 15 ton. Kesulitan yang sering dialami saat menangkap ikan adalah badai dan ombak besar. Cara mengatasi kesulitan tersebut pergi ke tepi. Para nelayan tidak mendapat bantuan dari pemerintah setempat. Pendapatan rata-rata saudara Rian adalah Rp, 1.000.000 dari sektor perikanan dan Rp, 600.000 dari sektor lainnya. Pengeluaran untuk kebutuhan keluarga dalam sebulan Rp, 500.000. Saudara Rian maupun keluarganya tidak ada yang ikut menjadi anggota koperasi.




4.2.2. Data primer untuk kegiatan pemasaran yang diajukan kepada pedagang ikan disekitar pelabuhan dan perairan Pantai Bungus serta Pasar gauang Teluk Bayur.

a. Identitas Responden

Nama : Candra
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama dan Etnis : Islam
Umur : 39 tahun
Alamat : Bungus
Tahun mulai bermukim : 2002
Pendidikan : SMA
Mata pencaharian pokok : Nelayan
Mata pencaharian sampingan :
Anggota Keluarga : 7 orang

1.Pedagang Pengumpul

Ikan yang dijual dibeli dari ikan hasil tangkapan nelayan. Ikan yang di beli kemudian dijual langsung di pasar kepada konsumen yang datang membeli dengan harga Rp 5000/kg karena tidak mempunyai pelanggan tetap. Ikan yang dijual berupa ikan segar. Usaha saudara Candra ini sudah berlangsung 4 tahun dengan modal yang diperoleh dari tauke. Ikan yang dibeli dalam satu kali penjualan sebanyak 60 kg dengan modal awal Rp, 400.000. Keuntungan yang diperoleh dalam satu kali penjualan adalah Rp, 100.000. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pemasaran ikan adalah kondisi ikan dan cara yang digunakan untuk mengatasinya baru dengan menggunakan es.


2.Pedagang pengecer

Ikan yang dijual dibeli dari nelayan. Kemudian ikan tersebut di jual di TPI, Pasar, dan komplek rumah. Modal merupakn modal sendiri. Jumlah ikan yang dijual perhari 35 kg dengan sistem penjualan tunai. Jenis ikan yang dijual yaitu ikan tongkol, ikan maco dan ikan taneman. Ikan yang dijual merupakan ikan segar, ikan asin dan ikan kering. Bentuk ikan yang paling banyak diminati konsumen adalah ikan segar. Harga ikan dibeli sebesar Rp,10.000/kg untuk ikan segar, Rp, 10.000/kg ikan asin dan Rp, 13.000/kg untuk ikan kering. Dan ikan tersebut dijual kepada konsumen dengan harga Rp, 15.000/kg ikan segar, Rp, 13.000/kg ikan asin dan Rp, 25.000/kg untuk ikan kering. Permasalahan yang dihadapi adalah pada saat musim hujan sehingga tidak jualan.
3.Jenis dan Teknis pengolahan

Jenis ikan yang diolah adalah ikan tongkol yang diperoleh dari hasi tangkapan sendiri. Pengolahannya dengan cara Viber menggunakan teknologi mesin. Ikan yang diperlukan dalam sekali pengolahan adalah 1000 kg dengan hasil setelah diolah menjadi 800 kg. Ikan hasil olahan ini dijual sebesar Rp, 3.000.000. Konsumen biasanya langsung datang ke pabrik untuk membeli ikan olahan ini.
4.Pemasaran

Hubungan dengan pedagang pengumpul dan pembeli tergantung. Ikan segar maupun olahan dijual di pasar, TPI, dan komplek rumah. Pembelinya berasal dari Bungus, Painan dan Solok. Pembayaran dilakukan secara tunai. Bila ikan tidak terjual habis maka selebihnya di eskan dan kalau suda busuk dibuang.
Data Sekunder
Diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan pelabuhan perikanan samudera bungus adapun data-datanya sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis produksi ikan yang dominan di Sumatera Barat
No Jenis ikan Ton
1 Kembung 10.159
2 Teri 7,766
3 Tongkol 4,478
4 Japuh 3,072
5 Cakalang 2,690
6. Tuna 1,537
7 Layur 869
8. Tenggiri 823
9 Lembong 673
10 Lobster 426
Lain-lain, Udang, Kepiting, Cruscea 53,252

Tabel 2. Potensi, produksi dan rata-rata pemanfaatan ikan tuna diluar ZEE wilayah Sumatera

No Ikan Potensi (ton/tahun) Produksi (ton) Pemanfaatan rata-rata (%)
1 Tuna ekor kuning 23.000 4.800 20
2 Tuna mata besar 19.330 4.000 20,7
3 Tongkol bojo 65.000
10.000
15,4

4 Situhuk 17.300
3.300 19,1

Total 124.630 22.100 18,8


Tabel 3. Data aktivitas PPS Bungus Tahun 2006
No Bulan Jumlah kunjungan kapal Produksi ikan tuna ekspor (kg) Nilai produksi Ikan Tuna Ekspor (Rp)
1 Januari 208 - -
2 Februari 393 7.200 93.6000
3 Maret 225 32.339 598.271.500
4 April 169 97.990 4.409.550.000
5 Mei 322 110.780 7.200.700.000
6 Juni 474 172.900 16.425.500.000
7 Juli 559 88.300 8.388.500.000
8 Agustus 972 74.840 7.858.200.000
9 September 1.400 46.390 4.407.050.000
10 Oktober 1.583 64.922 6.167.590.000
11 November 1.505 50.392 4.283.320.000
12 Desember 1.252 969 92.055.000
Jumlah 9.172 747.022 59.924.336.500

Tabel 4. Jumlah Kunjungan Kapal di PPS Bungus Tahun 2007
No Bulan GT Jumlah
<10 11 – 30 31 – 50 50 – 100 101 - 200
1 Januari 332 394 93 212 172 1.203
2 Februari 189 174 77 130 118 688
3 Maret 237 21 54 68 128 506
4 April 226 23 14 128 110 501
5 Mei 267 27 33 182 107 616
6 Juni 420 27 29 80 160 716
7 Juli 420 27 33 69 90 639
8 Agustus 372 47 31 82 118 650
9 September 475 50 22 92 122 761
10 oktober 315 31 31 89 152 618
11 Nopember 200 142 28 105 125 600
12 Desember 341 62 31 84 122 640
Total 3.794 1.025 476 1.321 1.522 8.138

Tabel 5. Volume dan Nilai Produksi Ikan di PPS Bungus Tahun 2007
No Jenis ikan Volume (kg) Nilai produksi
1 Big eye 500 6.000.000
2 Yellow fin 147.770 1.993.265.000
3 Cakalang 317.710 2.114.968.500
4 Kembung 20.775 89.188.500
5 Tongkol 258.960 1.694.884.500
6 Layaran 580 4.000.000
7 Lemadang 650 3.575.000
8 Selar kuning 5.810 50.811.250
9 Tenggiri 200 3.400.000
10 Banyar 5.020 37.612.500
11 Lemuru 240 1.260.000
12 Slengseng 12.740 64.890.000
13 Alu-alu 30 200.000
14 Layur 21.350 97.925.000
15 Kerapu 4.113 54.110.000
16 Teripang 400 25.400.000
17 Lobster 230 34.925.000
Total 797.078 6.276.415.250

Tabel 6. Jenis Alat tangkap Di Pelabuan Perikanan Bungus
No. Jenis alat Jlh alt Hasil/ ton Rata hsl alat Ratio hsl/hr Bagan Effort Covertion
1 Bagan 50 6.0 0.1200 1.000 50
2 Purseine 20 4.0 0.2000 1.667 33
3 Tonda 1200 0.5 0.0004 0.003 4
4 Jaring 2000 9.0 0.0045 0.038 75
5 Long Line 4000 40.0 0.0100 0.083 333
6 Bubu 180 20.0 0.1111 0.926 167
Total 7450 663

Konversi alat kebagan = Total Jumlah Alat : Total E Convertion
= 7450 : 663
= 11,245

Tabel 7. Hasil tangkapan dikali dengan konversi alat ke bagan

No. Jenis alat Hasil / ton Konversi alat ke Bagan Hsl tangkapan dari Konversi alt ke Bagan (ton/tahun)
1 Bagan 6.0 11.245 67.472
2 Purseine 4.0 11.245 44.981
3 Tonda 0.5 11.245 5.623
4 Jaring 9.0 11.245 101.208
5 Long Line 40.0 11.245 449.811
6 Bubu 20.0 11.245 224.906
Total 79.5 894

Dari table diatas dapat diketahui bahwa total kelimpahan ikan yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudra bungus pada tahun 2007 ± 894 ton.
4.2. Pembahasan
Pemakaian dermaga di PPS Bungus sangat diminati oleh kapal-kapal yang akna berlabuh untuk memperbaiki kapal yang rusak pada saat berlayar. Seperti halnya pada demaga bunker dimana fungsinya adalah sebagai fasilitas untuk tempat memperbaiki kapal-kapal yang rusak. Dari data yang diperoleh pada bulan januari selalu ada banyak kapal yang berlabuh di PPS Bungus sekitar 1.203 dan jeins kapal yang banyak berlabuh yaitu antara 11-30 GT.
Di PPS Bungus memiliki produksi iakn tuna yang besar, beberapa jenis ikan tuna yang diperoleh Tuna Ekor Kuning, Tuna Mata Besar, Tongkol Bojo, Situhuk. Dari berbagai macam jenis ikan tuna yang di produksi salah satunya yang terbesar jenis ikan tuna ekor kuning mencapai 23.000 ton/tahun. Tempat perdagangan yang banyak dilakukan pada daerah jepang. Jepang pernah menolak pemasaran ikan tuna dari Indonesia, karena jenis ikan tuna pada saat itu dagingnya mengandung bahan merkuri dan pencemar yang lain. Itu terjadi karena tingginya bahan pencemar diperairan laut sehaingga salinitas itu sendiri tidak mampu untuk mendaur ulang.
4.2.1. Sumberdaya Perikanan
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan nelayan di pelabuhan perikanan samudera Bungus, pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan utama untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari. Meski banyak juga diantara nelayan yang masih lajang.
Waktu nelayan melakukan penangkapan tergantung kepada jenis kapal atau alat tangkapnya. Ada yang hanya 3 hari, 4 hari bahkan seminggu lebih. Tetapi ada juga yang menangkap ikan pada pagi dan sore hari.
4.2.2. Alat Tangkap
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan usaha penangkapan adalah pemilihan alat tangkap, pemakaian metode penangkapan spesies yang ditangkap, keahlian nelayan, kedalam perairan dan karakteristik perairan (Sainbury, 1986). Sedangkan masing-masing alat tangkap memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam penerapannya diperlukan pertimbangan dari berbagai segi, antara lain aspek teknik penangkapan ikan itu sendiri serta harus dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, social ekonomi maupun ekologi.
Di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus jenis alat tangkap yang digunakan nelayan adalah Dengan alat tangkap dan armada yang beroperasi terdiri dari bagan purseine, tonda, jaring insang, long line, bubu, pukat cincin, pukat pantai.


A. Bagan
Bagan Menurut Ayodhyoa (1978) bagan adalah alat tangkap yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya, lebar lebih pendek dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain, jumlah mesh dept lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh length pada arah panjang jaring.
Bahan yang yang digunakan adalah bahan transparan berupa nilon (monofilamen) dan pinggirannya menggunakan tali yang besar (tali ris). Jaring ini dipasang pada permukaan beragam dengan pancang atau tiang yang sengaja dipasang. Alat ini dioperasikan pada pagi atau sore hari.
B. Purse Seine
Nelayan bungus menggunakan Purseini sebagai alat untuk menangkap ikan, selain modalnya sedikit cara pengoperasiannya juga mudah.
Jenis pancing yang biasa digunakan adalah pancing purseini dengan ukuran mata pancingnya adalah 2 inc umpan yang digunalan adalah lipas batang dalam satu rawai itu terdapat 40 buah mata pancing.
Biasanya setiap nelayan memiliki lebih dari satu pancing rawai dan dipasang pada pagi hari dan dibiarkan baru kemudian diangkart pada pagi harinya lagi. Biasanya hasil tangkapan tidak terlalu banyak cukup untuk dikomsumsi keluarga saja tapi semua pancing rawai yang diletakkan tidak pernah penuh mengait ikan.



C. Tonda
Tonda adalah jenis alat penangkapan ikan yang terdiri dari seutas tali utama berpancing umpan buatan atau seutas tali utama tanpa jarak dan 2 – 3 tali cabang berpancing umpan buatan.
Pengoperasiaannya dengan menggunakan kapal motor yang dilengkapi sepasang batang kayu atau bamboo (out riggers/booms) yang dipasang pada kedua sisi lambung kapal. Pada out riggers dan belakang/buritan kapal diikatkan beberapa pancing tonda, selanjutnya ditarik di belakang kapal. Agarpancing tetap melayang (tidak terapung) di dalam perairan, maka ujung ikatan tali cabang pada setiap tali utama dilengkapi dengan papan meluncur.
D. Jaring
Jaring adalah salah satu alat tangakap fishing with traps yang berbentuk empat panjang bujur sangkar dimana disalah satu sisinya dibuat sedemikian rupa sehingga ikan yang sudah masuk tidak dapat keluar lagi (Von Brandt, 1984).
E. Pukat Pantai
Pukat pantai adalah jenis pukat pantai yang terbukanya mulut jaring tanpa adanya otter board atau bentangan bingkai. Operasi penangkapannya ditarik ke pantai/darat melalui kedua bagian sayapnya dan kedua utas tali selambar yang panjang..
Pengoperasiaannya dengan cara menurunkan pukat pantai ke perairan laut dengan menggunakan perahu atau kapal, kemudian menarik kedua tali selambar dan dan bagian sayap jarring kea rah darat/pantai yang dilakukan oleh beberapa orang penarik.

F. Bubu
Bubu adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari jarring atau bamboo sebagai perangkap ikan. Mempunyai pintu masuk yang berjumlah satu atau dua. Bubu mempunyai bermacam-macam bentuk. Alat penangkapan ikan ini dapat diangkat dan dipindahkan dengan mudah ke daerah-daerah penangkapan lainnya tanpa menggunakan perahu/kapal sebagai alat pengangkut. Pemasangannya di dasar atau di dekat permukaan perairan selama jangka waktu tertentu. Sering kali di dalam bubu dipasang umpan atau manik-manik dan di luarnya dipasang daun kelapa sebagai alat penarik ikan.
G. Long Line
Long line adalah alat penangkapan ikan berupa serangkaian tali yang terdiri dari tali utama (main line) terbuat dari polyester atau kuralon, yang pada setiap jarak tertentu terpasang tali cabang (branch line) yang panjangnya 20 – 25 meter terbuat dari bahan yang sama dengan tali utama tetapi dengan diameter lebih kecil. Yang ujungnya diikatkan pancing berumpan ikan segar.
4.2.3. Pemasaran
Pemasaran yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah pemasaran ikan segar dari hasil tangkapan. Khusus ikan tuna dan ikan-ikan besar diolah dulu pada dua perusahaan besar yang ada di pelabuhan Bungus hingga dipasarkan keluar kota maupun diekspor. Sedangkan ikan lain ada yang langsung dijual di pasar terdekat.




V. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1. Kesimpulan

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus merupakan pelabuhan terbesar yang ada di Sumatera Barat. Kegiatan perikanan di pelabuhan ini meliputi usaha penangkapan, pengolahan ikan, perbengkelan kapal, jasa docking dan penjualan air bersih, penyaluran bahan bakar minyak, pabrik es dan sebagainya.
Jenis ikan yang tertangkap diantaranya ikan ikan tuna yellow fin & big eye, cakalang, kembung, tongkol, layaran, bawal, sunglir, lemadang, selar kuning, kerapu, teripang, dan lobster. Dengan alat tangkap dan armada yang beroperasi terdiri dari bagan purseine, tonda, jaring insang, long line, bubu, pukat cincin.
5.2. Saran
Melalui praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa perlunya penyesuaian harga jual ikan tuna antara harga jual ikan tuna di pelabuhan Bungus dengan pelabuhan yang ada diluar Bungus, karena harga jual yang sangat murah. Selain itu perlu ditekankan kepada praktikan agar lebih aktif melakukan wawancara kepada para nelayan agar informasi yang dibutuhkan tentang gambaran stok ikan di perairan Bungus.










DAFTAR PUSTAKA

Adriman et al. 2005. Penuntun Praktikum Ekologi Perairan. Pekanbaru. 30 hal (tdk diterbitkan)

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 2000. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 124 hal

Arisman. 1982. Perikanan Laut. Penerbit Angkasa Bandung. Bandung 98 halaman.

Ayodhyoa., 1981. Metode Penangkapan Ikan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor. 97 hal.

Badruddin, B. Sumiono dan B. Iskandar ps.1992. Dugaan prospek pemanfaatan sumber daya ikan demersal di perairan Nusa Tenggara Barat. Jrnn. Pen. Perik. Laut. No. 66 :29-36

Boyd, C.E. and F. Litchoper. 1982. Water Quality Managemen in Pond Fish Culture. Reasarch and Development Series no.22. International Center for Aquaculture Experiment. Auburn Universiti. Auburn. 23-26 hal.

Brandt, A, Vont. 1984. Fishing methode of the World 3nd. Action fishing new book, ltd. London. 418 hal.

Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelajutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 412 hal.

Dinas Perikanan dan Kelautan, 2004. Pokok-pokok Pengembangan Perikanan Pekanbaru. 8 halaman.

Dirjen Perikanan., 1978. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut, bagian I. Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting. Departemen Pertanian. Jakarta. 170 hal.

Dirjen Perikanan Tangkap Departemen Perikanan dan Kelautan. 2005. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan.

Eddiwan. 1983. Peranan Koperasi dalam pemasaran Hasil dan Pengembangan Kelurahan Nelayan. Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia. Pusat Perkembangan Pertanian. Jakarta. Hal 145-150.

Fauzi. 1985. Pendekatan Lintas Sektoral Untuk Pencegahan Masalah Perikanan Pada symposium HUT XXI FAPERI Dies Natalis XXIII UNRI dan Hari Sumpah Pemuda LVII halaman 1-7 (tidak diterbitkan).
Ganda, R. S. dan S. Alfonsus. 1992. Manajemen Agribisnis. Penerbit Erlangga. 278 halaman

Hanafsiah, A.M. saefudin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan, Universitas Indonesia. Jakarta, 208 hal.

Hermanto, S., 1979. Pengembangan Sisitem Pemasaran Untuk Menekan Peningkatan Harga Ikan Sampai ke Tingkat Konsumen. Dalam Pusat Agro ekonomi. Departemen Pertanian, Jakarta. Hal 181 – 184.

Hidayat, 1987. Peranan dan Profil Serta Prospek Perdagangan Eceran (Formal dan Informal) dalam Pembangunan, hal. 3-18. Dalam Prisma No. 7 tahun XVI LP3ES.

Kasry.A., 2003. Manajemen Sumberdaya Perairan dalam Pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan. Feliatra dan I. Syofyan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Universitas Raiau Press. 75 hal.

Malik, B.A., 1998. Prospek Pembangunan Perikanan di Daerah Riau, hal 158 – 185. dalam Feliatra (editor) Strategi Pembangunan Perikanan dan Kelautan Nasional Dalam Meningkatkan Devisa Negara. Universitar Riau Press, Pekanbaru

Manulang, 1980. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Ghalia Indonesia, Jakarta. 221 hal.

Murniyati, A. S dan Sunarman., 2000. Pendinginan, Pengawetan dan Pembekuan. Penerbit Kanisius, yogyakarta. 220 hal.

Moeljanto., 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Swadaya, Jakarta. 259 hal.

Mubyarto. 1997. Nelayan dan Kemiskinan. Studi Ekonomi di Dua Kelurahan Pantai. C.V. Rajawali. Jakarta. 195 hal.

Nurdin , S. 1998. Kumpulan Bahan-bahan Kuliah Manejemen Sumberdaya Perairan. Pekanbaru. 56 hal (tdk diterbitkan)

Nurdin. S dan M. ahmad., 1982. Jarring Insang di Riau. Diktat Kuliah Tekhnologi Penangkapan Ikan. Seri I. Fakultas Perikanan. Pekenbaru. 43 hal (tidak diterbitkan).

Sadhori. N., 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Angkasa. Bandung. 488 hal.

Satwiko., 1984. Prospek Pembangunan Indonesia. Makalah pada Symposium Perikanan Indonesia Tahun 2000. Menciptakan Perikanan Tangguh. Fakultas Perikanan Universitas Riau Pekanbaru. 31 hal.

Siagian, M. 2004. Diktat Ekologi Perairan. Pekanbaru. 77 hal (tdk diterbitkan)

Sitepoe. 1997. Air Untuk Kehidupan. Jakarta : PT. Grasindo

Swingle. A. S. 1968. Standardization of Chemical and Analisys for Water and Pond Muds. FAO World a Symposium on Warm Water Pond Fish Culture. Fishery Report 44 (4) 397-421 pp.

Syamsuddin, A. R., 1980. Pengantar Perikanan. Karya Nusantara. Jakarta.58 halaman.

Wardoyo, S. T. 1981. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Trainning Analisa Dampak lingkungan PDLH-UNDP-PUSDI-PSL dan IPB Bogor 40 hal (tidak diterbitkan).

1 komentar: