Kamis, 18 Juni 2009

BIOPER AKHIR

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perikanan adalah suatu usaha manusia untuk dapat memanfaatkan sumber daya hayati perikanan (baik nabati maupun hewani) sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dari pada dibiarkan tumbuh secara alami guna memenuhi kebutuhan manusia.
Ikan adalah salah satu diantara organisme pada kelompok vertebrata dan yang paling besar jumlahnya. Ikan mendominasi kehidupan di air seluruh permukaan bumi, sangat beragam dalam adaptasi morfologi, fisiologi dan tingkahlakunya. Jumlah spesies ikan yang telah berhasil dicatat adalh 21.000 spesies dan diperkirakan akan berkembang mencapai 28.000 spesies. Jumlah spesies yang hidup di muka bumi adalah 21.723 spesies, semantara jumlah spesies vertebrata yang ada di permukaan sekitar 43.173 spesies (Nelson, 1984).
Propinsi Riau memiliki keanekaragaman sumberdaya perikanan yang cukup besar baik itu perikanan air tawar maupun air laut. Ikan air tawar sebagian diproduksi dari hasil tangkapan diperairan umum, yaitu sekitar 13.807 ton atau sekitar 97,01 % dari potensi keseluruhan sebesar 14.232 ton/tahun yang telah dimanfaatkan. Sementara produksi perikanan dari hasil budidaya baru mencapai 3,1 % dari potensi yang ada sebesar 36.835 Ha (Dinas Perikanan Tingkat I Riau, 2001).
Dari jumlah tersebut antara satu spesies dengan spesies lainnya sudah tentu memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Saanin (1984) mengatakan bahwa untuk mengidentifikasi ikan harus diperhatikan tanda-tanda, bentuk dan bagian dari tubuh ikan yaitu rumus sirip,perbandingan panjang dengan tinggi, bentuk garis rusuk dan jumlah sisik yang meliputi garis rusuk tersebut, bentuk sisik dan gigi beserta susunannya, tulang-tulang insang. Oleh karena satu macam ikan berbeda besarnya disebabkan oleh umur atau kadang-kadang oleh tempat hidupnya, maka tidak mungkin memberikan ukuran, ukuran yang diberikan hanyalah perbandingan saja.
Pengetahuan tentang kehidupan ikan terdapat dalam ilmu Biologi Perikanan yang merupakan ilmu untuk mempelajari ikan secara ilmiah, namun penekanan dan tinjauannya mengenai ikan sebagai sumber yang dapat dipanenen oleh manusia. Biologi perikanan mencakup ikan dimana penekanannya terhadap spesies penting sebagai sumberdaya, spesies lain dalam komunitas itu dipelajari juga tetapi yang diindahakan kemungkinan pengaruhnya terhadap spesies yang penting.
Jadi ruang lingkup biologi perikanan akan menjadi lebih jelas apabila diperhatikan prinsip–prinsip pengelolaan perikanan seperti telah dikemukakan diatas, dimana biologi perikanan diperlukan untuk melengkapi bimbingan dalam pengelolaan. Dalam laporan ini dibahas beberapa aspek yang dipelajari dalam biologi perikanan yang sangat penting untuk diketahui dan di pelajari mahasiswa perikanan.
Penampakan ciri–ciri seksual ini pada beberapa spesies ikan baru nyata apabila individu ikan sudah mengalami matang gonad (kelamin), akan tetapai pada beberapa spesies ikan lainnya ciri-ciri seksual itu dapat terlihat dengan jelas walaupun individu ikan tersebut belum matang gonad ataupun sudah selesai mijah. Ini dapat diketahui dengan melihat organ reproduksi atau cirri-ciri pada permukaan tubuhnya. Dengan dikenalinya penampakan ciri–ciri seksual dari setiap individu pada spesies ikan maka akan sangat membantu bagi orang–orang yang berusaha di bidang budidaya perikanan dan juga para peneliti di bidang biologi perikanan.
Sedangkan penentuan jenis kelamin ikan dapat dilakukan dengan memperhatikan ciri seksusl pimer (dengan cara membedah bagian abdominal tubuh ikan dan dilihat bentuk gonad nya, apakah ovari atau testes) dan ciri seksual sekunder, meliputi seksual dimorphisme (memperhatikan benda–benda yang terdapat pada tubuh ikan, atau morphologi) dan seksual dichromatisme (memperhatikan warna yang terdapat pada tubuh dan bagian–bagian tubuh ikan).
Oleh karena itu sangat diperlukan pengetahuan tentang tingkat kematangan gonad dari setiap individu ikan sehingga membantu mereka yang berkecimpung di bidang budidaya perikanan dan biologi perikanan untuk menghitung jumlah ikan dewasa yang siap bereproduksi dan memijah, kapan mereka akan memijah dan bertelur serta kapan dan berapa telur yang akan dibuahi dan menetas serta perbandingan antara ikan yang belum matang gonad dengan yang sudah matang, ikan yang belum dewasa dengan yang sudah dewasa dan ikan yang belum bereproduksi dengan yang sudah.
Sumantadinata (1983) menyatakan gonad ikan adalah sebagai kelenjar biak. Gonad ikan betina dinamakan ovari dan gonad ikan jantan dinamakan testes. Ovari dan testes ikan dewasa biasanya terdapat pada individu yang terpisah, kecuali pada beberapa ikan, kadang-kadang gonad jantan dan betina ditemukan dalam satu individu (ovotestes).
Tingkat kematangan Gonad adalah tahap tertentu gonad sebelum dan sesudah ikan itu memijah. Pulungan et. al (2005) menjelaskan bahwa tahap-tahap perubahan perkembangan gonad dari suatu individu ikan adalah sangat penting. Data perkembangan gonad dapat dibandingkan antara ikan yang belum dan yang sudah dewasa, antara ikan yang sudah matang gonad dan yang belum, antara yang akan bereproduksi dengan yang sudah bereproduksi serta dapat diketahui pada ukuran berapa individu dari spesies ikan itu pertama kali mengalami matang gonad dan memijah.
Kematangan gonad dari suatu spesies ikan ada kaitannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor lingkungan. Sehingga tahap–tahap perubahan perkembangan gonad dari suatu individu lainnya adalah pengetahuan yang penting sekali dalam biologi perikanan. Gonad sebagai penentu jenis kelamin ikan atupun hewan aquatik lainnya akan memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi. Hal itu sesuai dengan kapasitas rongga yang tersedia dan bentuk tubuh ikan itu sendiri.
Pengetahuan tentang fekunditas dalam bidang budidaya perikanan sangat penting artinya untuk memprediksi berapa banyak jumlah larva / benih yang akan dihasilkan jika individu ikan mijah didalam biologi perikanan adalah untuk memprediksi berapa jumlah stok suatu populasi ikan yang hidup di suatu lingkungan perairan.
Secara garis besar susunan saluran penernaan pada ikan terdiri dari mulut, oseaphagus, lambung, intestenum, anus. Di dalam mulut ikan terdapat gigi yang berperanan membantu mendapatkan makanan sama juga halnya dengan bentuk dan ukuran lambung serata intestenum yang dimiliki setiap jenis ikan bervariasi, maka menyebabkan setiap spesies ikan cara mengambil makanan nya juga bervariasi.
Makanan dapat merupakan faktor menentukan populasi dan pertumbuhan. Jenis makanan suatu spesies ikan tergantung pada umur dan waktu (Effendie, 1979). Dari banyaknya ikan yang hidup pada daerah ini, maka setidaknya para ilmuwan yang bergerak dalam bidang biologi perikanan meneliti jenis makanan apa yang dimakan oleh ikan tersebut atau yang sering kita sebut dengan menganalisa isi saluran pencernaannya. Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik, kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah.
Uktolseja dan Purwasamita (1987) mengemukakan bahwa pengetahuan mengenai fekunditas merupakan tahap yang penting untuk mengetahui dinamika populasi dan pada akhirnya dapat memperkirakan populasi ikan yang memijah jika telah dapat ditentukan jumlah telur yang dihasilkan setiap tahunnya dan perbandingan ikan jantan dan betina dalam populasi tersebut. Nilai fekunditas suatu spesies ikan dalam bidang akuakultur berperan untuk memperkirakan jumlah anak–anak ikan yang akan di hasilkan pada setiap kali pemijahan.
Kemampuan untuk menentukan umur dari suatu individu ikan adalah suatu pengetahuan yang penting dalam bidang biologi perikanan. Usaha untuk mempelajari penentuan umur suatu individu telah dimulai beberapa ratus tahun yang lalu. Penentuan umur ikan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu mempelajari tanda tahunan yang ada pada tubuh ikan serta dengan cara frekuensi panjang. Bagian – bagian tertentu dari tubuh ikan yang memiliki tanda–tanda tahunan adalah Tulang Vertebrae, Tukang Overculum, Duri sirip dan Tulang otolith.
Dengan diketahuinya umur suatu individu ikan dari suatu spesies ikan maka kita akan dapat mengetahui pada umur berapa pertama kali ikan belajar mencari makan sendiri di alam, mencari makanan sesuai dengan kebiasaan kedua induknya, dan kapan ikan tersebut matang gonad.
Pendugaan populasi pada ikan dapat digunakan sebagai parameter populasi, jumlah individu ikan di dalam populasi dari suatu spesies ikan di lingkungan parameter tertentu selalu berubah karena dipengaruhi oleh banyak factor, dengan mengetahui keberadaan jumlah individu ikan di dalam suatu perairan maka akan dapat mendukung untuk mengetahui potensi di lingkungan perairan tersebut.
Populasi ikan disuatu perairan sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui jumlah polasi disuatu perairan maka kita akan mengetahui batas tangkap ikan yang boleh diambil agar tidak terjadi over fishing yang lama kelamaan akan menyebabkan kepunahan pada ikan–ikan yang ada, di perairan seperti kita ketahui bahwa kebutuhan gizi dari ikan lama–kalamaan semakin meningkat, dengan mengetahui pendugaan popalsi suatu perairan kita juga dapat mengetahui pada daerah mana yang terdapat banyak ikan namun kita tidak mengambilnya melebihi batas maksimum ikan yang boleh ditangkap agar kelestarian ikan diperairan tetap selalu terjaga.
Telur-telur ikan yang telah dibuahi maka di dalam telur ikan itu akan terjadi proses embriologis hingga terbentuknya individu ikan lalu menetas dan keluar dari cangkang telur. Lamanya proses inkubasi yang terjadi pada telur – telur yang dibuahi bervariasi antara spesies ikan yang satu dengan spesies ikan lainnya, karena dipengaruhi oleh kondisi perairan lingkungan dan kandungan kuning telur yang terdapat dalam telur itu sendiri.
Larva yang baru keluar dari cangkang telur digolongkan sebagai prolarva dimana pada massa ini larva masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur dan organ-organnya belum terbentuk sempurna. Sesudah habis cadangan makanan berupa kuning telur maka larva akan memasuki periode postlarva dan pada saat ini beberapa organ tubuh sudah mulai terbentuk senpurna serta mulai difungsikan (Pulungan et al, 2005).

1.2 Tujuan dan Manfaat
Biologi perikanan dipelajari untuk mengetahui aspek–aspek perikanaan dan juga untuk menegetahui sebagaimanan sumberdaya yang dapat dipanen oleh manusia, serta merupakan suatu usaha agar orang yang mempelajarinya mengerti dan memahami sumberdaya perikanan serta bagaimanan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara optimum dan membuat rekomendasi dalam pemanfaatan serta perbaikananya.
Manfaat yang diperoleh dari biologi perikanan ini adalah kita dapat mengetahui aspek–aspek biologi perikanan, dan mengetahui aplikasi pengetahuan biologi perikanan, dimanan pengelolaan perikanan ini berhubungan dengan sumberdaya masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengenalan Jenis Ikan dan Identifikasi
Jumlah spesies ikan yang telah berhasil diidentifikasi para ahli Ichthyologi ada sekitar 20.000-40.000 spesies. Puluhan spesies diantaranya telah memiliki varietas atau strain yang mencapai puluhan dan ratusan varietas. Terutama sekali ikan yang telah berhasil dibudidayakan dan telah popular didunia sebagai ikan hias (Pulungan et.al., 2004).
Untuk mengenal secara jelas jenis ikan yang diamati dan dapat diketahui secara pasti nama spesies ikan yang diamati maka terlebih dahulu perlu dilakukan pendeterminasian agar didapatkan data meristik dan morphometriknya (Pulungan et.al., 2004).

2.2. Seksualitas Ikan
Saanin (1986) Mengklasifikasikan ikan Motan yaitu termasuk Kelas Pisces, Ordo Ostariophysi, Sub Ordo Cyprinoidea, Family Cyprinidae, Sub Famiily Cyprininae, Genus Thynnichthys dan termasuk kedalam species Thynnichthys thynnoides.
Ciri – ciri dari ikan motan adalah badan berbentuk compresed dan panjang mulut terminal dan protactile. Tidak bersungut dan mulut sempit, bibir tebal, posisi sirip perut terhadap sirip dada adalah abdominal, jumlah jari – jari sirip punggung dengan rumus D.8 dada P. 13, perut V. 12 anus A. 5. 59 sisik pada gurat sisi, 13 sisik antar sirip punggung dan gurat sisi, 11 antar sirip anus dengan gurat sisi. Batang ekor dikelilingi 22 sisik, ekor bercagak, warna badan putih mengkilat agak gelap dibagian punggung, garis linnea lateralis sempuran, sisik halus (Kottelat, et. al 1993).



Gambar 1. Morfologi Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides)
Seksual dichromatisme adalah suatu cara untuk membedakan suatu individu ikan merupakan ikan jantan atau betina berdasarkan warna yang dimiliki tubuh dan organ pelengkap lainnya. Sedangkan seksual dimorphisme adalah suatu cara untuk membedakan suatu ikan jantan atau betina berdasarkan morphometrik yang dimiliki seperti ukuran tubuh atau bentuk sirip punggung (Manda Putra, 2006)
Beberapa jenis ikan juga memiliki dua alat kelamin pada tubuhnya yang sering disebut dengan ikan hermafrodit. Ikan hermafrodit dibagi menjadi tiga bagian yaitu hermafrodit sinkroni, hermafrodit protandri, dan hermafrodit protogini. Hermafrodit sinkroni yaitu apabila di dalam gonad individu terdapat sel sex betina dan sel sex jantan yang dapat masak bersama-sama, misalnya pada ikan famili Serranidae. Hermafrodit protandri yaitu ikan yang dalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase jantan ke fase betina, misalnya pada ikan Kakap (Lates calcarifer). Sedangkan ikan hermafrodit protogini yaitu ikan yang dalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase betina ke fase jantan, misalnya pada ikan belut sawah (Monopterus albus) (Effendie Ichsan, 2002)
Selain hermafroditisme, pada ikan juga terdapat Gonokhorisme, yaitu kondisi seksual berganda dimana pada ikan bertahap juvenile gonadnya tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan dan betinanya. Gonad tersebut akan berkembang sebagian menjadi ovarium dan sebagian lagi menjadi testes tapi tidak terjadi masa diferensiasi atau intersex yang spontan. Misalnya pada ikan Anguila anguila dan Salmo gairdneri irideus adalah gonokhoris yang tidak berdeferensiasi.
Faktor yang mempengaruhi komponen reproduksi atau kematangan gonad diantaranya umur dan fisiologi induk ikan itu sendiri. Secara umum spesies ikan dari ukuran ,maksimum terkecil dan mempunyai siklus hidup yang pendek, mencapai kematangan gonad pada usia lebih muda dari pada spesies ikan maksimum besar Lagler et,al.,(1977).
Effendi (1992) pada proses reproduksi sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad, gonad semakin bertambah berat diimbangi dengan bertambah ukurannya. Perkembangan gonad ikan secara garis besar dibagi atas dua tahap perkembangan utama yaitu pertumbuhan gonad sehingga ikan mencapai tingkat dewasa kelamin (sexually mature) dan tahap pematangan produk seksual/gamet.

2.3. Tingkat Kematangan Gonad
Gonad adalah organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan sel kelamin (gamet). Gonad yang terdapat ditubuh ikan jantan disebut testis berfungsi menghasilkan spermatozoa, sedangkan gonad yang terdapat dalam ikan betina dinamakan ovari berfungi menghasilkan telur (ovum) (Pulungan, 2004).
Menurut Pulungan (2005) pengamatan tentang tahap-tahap kematangan gonad ikan dapat dilakukan secara morfologi dan secara histologi. Pengamatan secara morphologi dapat dilakukan di lapangan dan di laboratorium, sedangkan pengamatan secara histologi hanya dapat dilakukan di laboratorium dan sangat memerlukan peralatan yang canggih serta teliti dan memerlukan dana yang cukup besar. Bila pengamatan dilakukan pada testes maka yang diamati adalah bentuk testes dan kedua sisinya, ukuran (panjang dan diameter ) testes, perbandingan panjang testes dan rongga tubuh, warnanya serta pembuluh darah pada permukaan testes. Demikian juga halnya bila pengamatan dilakukan pada ovari tetapi yang perlu diamati lagi adalah diameter beberapa butir telur.
Rahardjo (1980) saat pertama ikan mempunyai kemampuan bereproduksi (kematangan seksual ) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terdapat perbedaan antara masing-masing spesies pada umur dan ukuran yang sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa ikan-ikan yang mempunyai ukuran maksimum kecil dan jangka waktu hidup yang pendek akan mencapai kedewasaan pada umur yang lebih muda daripada ikan yang mempunyai ukuran maksimum lebih besar.
Tang (2000) pematangan gonad untuk merangsang proses perkembangan telur sangat penting pada kegiatan budidaya ikan. Karena salah satu masalah utama yang dihadapi dalam produksi benih secara buatan adalah minimnya ketersediaan induk matang gonad. Induk matang gonad dapat diperoleh atau dipacu dengan berbagai cara misalnya dengan memanipulasi faktor lingkungan, makanan dan penggunaan hormon.
Lam (1985) menyatakan proses pembelahan sel-sel bakal telur secara mitosis sampai oosit primer atau fase pembentukan folikel dapat dipercepat dengan mengoptimalkan kondisi lingkungan misalnya suhu, periode cahaya dan penggunaan makanan berprotein tinggi dengan penambahan vitamin E, C atau asam lemak esensial untuk proses vitelogenesis karena dikendalikan oleh kelenjar hypofisa dan estrogen. Maka fase ini sering digunakan hormon-hormon tertentu untuk mempercepat pematangan.
Nikolsky (1969) menggunakan tanda utama untuk membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Secara alamiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh ikan keseluruhannya tanpa berat gonad. Perbandingan antara berat gonad dengan barat tubuh, Nikolsky menamakannya “coefficient kematangan” yang dinyatakan dalam persen.
Menurut Effendie (1999) mengatakan bahwa ciri induk ikan betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut sangat lembut, dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut. Bila telur yang keluar secara pengurutan berbentuk bulat utuh, berwarna agak kecoklatan maka induk dalam kondisi siap pijah. Pada gonad ikan jantan dapat dilihat dari papilla genitalnya yang terletak dibelakang dan mendekati sirip anus, berwarna merah dan menyebar kearah pangkalan, makan ikan tersebut telah matang kelamin.
Menurut Trenggana (dalam Yuniarti, 1995) bahwa seksualitas, indeks kematangan gunad, tahap kematangan gonad, dan fekunditas sangat berperan dalam proses reproduksi. Dengan mengetahui hal tersebut dapat diperoleh antara lain, yaitu pada umur berapa suatu spesies ikan akan mulai memijah, apakah induk-induk ikan sudah memijah atau belum, banyaknya ikan-ikan tertentu serta frekuensi dan lama pemijahan.
Lagler et al., (1977) melaporkan bahwa tingkat kematangan gonad ialah tahapan perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Semakin meningkat kematangan gonadnya, telur dan sperma ikan semakin berkembang. Garis telur pada ikan semakin besar pula, ukuran, berat gonad dan garis tengah telur bervariasi sesuai dengan kondisi tingkat kematangan gonad ikan betina.
Terjadinya perbedaan awal mula suatu individu ikan mengalami matang gonad disebabkan oleh umur, ukuran dan faktor fisiologis ikan itu sendiri (Pulungan, 1990)
Effendie (1978) mengemukakan bahwa Indeks Kematangan Gonad antara satu spesies ikan dengan spesies lainnya akan saling berbeda. Hal ini disebabkan karena indeks kematangan gonad suatu spesies ikan dipengaruhi oleh berat gonad dan berat tubuh ikan itu sendiri. Selanjutnya dia menambahkan pada ikan betina nilai Indeks kematangan gonad lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan dan ikan dengan indeks kematangan gonad 19 % ada yang sanggup mengeluarkan telur.

2.4. Fekunditas dan Diameter Telur
Fekunditas merupakan salah satu fase yang memegang peranan penting untuk melangsungkan populasi dengan dinamikanya. Dari fekunditas kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Fekunditas adalah semua telur-telur yang kan dikeluarkan pada waktu pemijahan (Effendie, 1978)
Menurut William (dalam Jones, 1978) fekunditas sangat tergantung pada suplai makanan, terutama untuk mempertahankan musim pemijahan dan ukuran tubuh ikan betina. Selain itu, ikan-ikan yang hidup di sungai mempunyai hubungan dengan tinggi air. Apabila sampai pada tahun-tahun tertentu permukaan air sungai selalu tinggi, fekunditas ikan tinggi pula, bila dibandingkan dengan tahun lain yang permkaan airnya rendah. Kejadian yang sama dapat terjadi pula untuk ikan-ikan yang hidup di rawa, karena sering pula permukaan air rawa dari tahun ke tahun tidak sama sebagai akibat pemasukan air yang tidak tetap (Effendie, 1978)
Umumnya fekunditas realtif lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas individu. Fekunditas relatif maksimal dijumpai pula pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky dalam Effendie, 1978). Selanjutnya Effendie (1978) mengemukakan bahwa kapasitas reproduksi dari pemijahan populasi tertentu untuk mengetahui harus menggunakan fekunditas pipulasi relatif. Fekunditas ini dapat berbeda dari tahun ke tahun karena banyak individu yang memijah tiap-tiap tahun.
Untuk mengetahui penyebaran diameter telur dilakukan pengukuran diameter telur dengan mengambil butiran pada bagian anterior, tengah, dan posterior pada ovarium sebelah kanan dan kiri. Serta perkembangan telur ditandai denganukuran diameter telurnya. (Uktoseja dan Purwasasmita, 1987).
Untuk menghitung telur ada beberapa metoda yang dapat digunakan. Setiap metoda memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu sebelum memutuskan untuk memilih metoda dalam menghitung nilai fekunditas ikan harus dikenali dengan baik sifat dari setiap spesies ikan yang diteliti agar pada pelaksanaan menghitung nilai fekunditas ikan tidak terjadi kesalahan (Pulungan, 2005).
Ikan-ikan yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relative yang lebih kecil. Umumnya fekunditas relative lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas individu. Fekunditas relative akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky,1969)
Fekunditas merupakan salah satu fase yang memegang peranan penting untuk melangsungkan populasi dengan dinamikanya. Dari fekunditas kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang dihasilkan dan akan menentukan jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Fekunditas adalah semua telur – telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan (Effendie, 1979).


2.5. Analisa Isi Saluran Pencernaan
Ikan lele dumbo ini termasuk ke dalam Phylum Chordata, Subphylumnya Craniata, Superkelas Gnathostomata, Kelas Pisces, Subkelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siluroidea, Famili Clariidae, Genus Clarias, dan Spesiesnya adalah Clarias gariepinus (Saanin, 1986)


Gambar 2. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Menurut Suyanto, S.R., (1993) dan Nijayanti (1992) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki bentuk tubuh pipih dengan kepala picak, banyak memiliki lendir, mulutnya lebar dan mempunyai 4 macam sungut, insangnya berukuran kecil, dan terletak pada bagian belakang, dibagian atas rongga pernafasan terdapat alat pernafasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon dan penuh dengan kapiler-kapiler darah. Ikan lele dumbo merupakan jenis ikan air tawar yang baru dibudidayakan di Indonesia. Kendungan protein ikan lele dumbo mencapai 37 %.
Suyanto (1986) mengemukakan Lele Dumbo merupakan hasil persilangan antara betina asli Taiwan (Clarias fucus) dengan lele jantanasal afrika (Clarias mussmbicus). Keadaan morfologi ikan tersebut badan tidak bersisik, ukuran perbandingan panjang batok kepala dibandingkan panjang badan adalah 1:5. lele dumbo ini mirip dengan Clarias mussambicus dilihat dari perbandingan batok kepala. Warna tubuh gelap pada bagian punggung dan sisi tubuh. Mulutnya lebar dan terdapat delapan buah sungut nasal, maxilari, mandibula dalam dan luar yang terletak berdekatan dengan sungut nasal, oleh karena itu penglihatan baginya kurang penting. Memiliki sirip tunggal dan ganda, pada pektoral terdapat duri yang kuat dan tidak beracun. Memiliki alat pernafasan tambahan yang disebut arborescen.
Ikan lele dumbo sejak tahun 1986 sudah populer di Indonesia. Jenis ikan lele ini di introduksi ke Indonesia dari negara Taiwan, tepatnya pada bulan Nopember 1986 dengan nama populernya King catfish yang berarti raja ikan lele (Suyanto, 1993). Pada mulanya nama ilmiah ikan lele dumbo adalah Clarias fuscus dan kemudian diganti menjadi Clarias gariepinus. Penggantian nama ini berdasarkan atas sifat – sifat induk jantan yang dominan diturunkan kepada anaknya. Dari hasil penyilangan itu ternyata keturunan ikan lele dumbo yang dihasilkan mempunyai sifat – sifat yang unggul.
Mujiman (1987) mengemukakan bahwa urutan saluran pencernaan ikan terdiri dari mulut, kerongkomgan, esofagus, lambung, usus sampai anus. Kemudian Ichwan (1997) yang mengatakan bahwa kualitas dan kuantitas makanan ikan juga tergantung pada ukuran makan yang cocok untuk mulut ikan.
Pada umumnya esofagus ikan pendek dan bisa membesar agar makanan yang agak besar dapat ditelan, dinding – dinding esofagus dilengkapi dengan lapisan otot circular dan memanjang. Pada ikan – ikan tertentu esofagus bersambung dengan usus. Lalu ditambahkan lambung berfungsi untuk menyimpan makanan melalui proses pencernaan dengan mencampurkan bahan makanan yang ditelan dengan lelehan gastrik.(Bond ,1979)
Usus merupakan segmen terpanjang dari saluran pencernaan. Menurut Affandi et al (1992), panjang usus sangat bervariasi dan berhubungan erat dengan kebiasaan makan ikan.
Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan ikan. Kebiasaan makan ikan diperlukan untuk mengetahui gizi alamiah ikan tersebut sehingga dapat dilihat hubungan ekologi diantara organisme diperairan itu, misalnya bentuk – bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan. Jadi makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi populasi pertumbuhan dan kondisi ikan. Jenis makanan dari spesies ikan biasanya tergantung umur, tempat dan waktu (Effendie, 1979).
2.6. Penentuan Umur Ikan
Ikan selar tergolong kedalam kelas Osteichtyes, subordo Percomorphi, sub ordo Percoidea, Divisi Perciformes, famili Carangidae, genus Caranx dan spesies Caranx leptolepis (Saanin, 1984)




Gambar 3. Morfologi Ikan Selar (Caranx leptolepis)
Ikan Selar Kuning tergolong ikan pelagis yang suka bergerombol (schooling) ikan ini berkerabat dengan ikan pelagis lainnya seperti golongan famili scombridae, clupeidae dan golongan ikan pelagis lainnya. Ikan Selar Kuning hampir serupa dengan ikan selar biasa dan selar mata besar yang menjadi ciri khas dari ikan ini adalah garis pewarnaan yang berwarna kekuningan mulai dari bagian abdominal sampai pada bagian batang ekor.
Pada bagian otak ikan ini terdapat tulang otholit yang mampu merekam segala aktivitas kejadian yang dialami oleh ikan ini semasa hidupnya. Suku besar ikan yang terutama hidup di laut dikenal dengan nama kuweh, angara atau selar. Hidup di laut kawasan sedang dan tropis. Bentuk badannya bervariasi tetapi kebanyakan memiliki barisan sisik berduri sepanjang batang ekor (Kottelat et al, 1993). Menurut (Djuhanda, 1981), ikan selar tergolong kedalam keluarga carangidae. Tubuh dari ikan ini bentuknya ada yang sedikit gepeng, ada yang lonjong dan ada juga yang tinggi.
Umur merupakan salah satu penduga terbaik dalam menentukan tingkat pertumbuhan relatif pada ikan, walaupun pertumbuhan sebenarnya sangat dipengruhi oleh faktor-faktor lingkungan (Moyle dan Cech, 1988).
Selanjutnya Effendie (1992) menjelaskan tanda tahunan pada tubuh ikan tercatat pada sisik, tulang oprculum, duri sirip punggung atau dada, tulang punggung otolith (batu telinga). Hoffbaur (dalam Effendie, 1992) juga menerangkan bahwa tanda tahunan yang terdapat pada sisik dikenal dengan annulus.
Otolith terbentuk dari kalsium karbonat yang mengeras didalam saluran kanal dari sirkulasi pada tulang ikan yang menonjol, berperan membantu dalam keseimbangan dan menanggapi bunyi (Victor, 1982).
Sebagian diatom berbeda nyata pada diatom morfologi otolith yang terjadi diantara ikan-ikan bertulang sejati yang memberi kesan bahwa otolith ini mempunyai peranan penting untuk pendengaran. Otolith terutama tambahan dari kristalisasi kalsium karbonat, dalm bentuk magnetik dan berserabut. Kolagen yang mempunyai protein otoline (Morals.nin, 1992)
Pertumbuhan otolith mempunyai permukaan dan endapan material, suatu proses yang berhubungan dengan masa peredarannya bergantung pada laju dalam metabolisme kalsium dan pada asam amino sintesis. Hasil tersebut merupakan formasi tambahan dari pertumbuhan harian dalam otolith tersebut, tersususn secara kontingen atau penambahan unit dan suatu unit pengawasan (Morales.nin, 1992).
Penelitian tentang umur dari suatu individu ikan yang berasal dari perairan sudah dilakukan sekitar 100 tahun yang lalu (Ricker dalam Pulungan, 2006). Untuk menentukan umur suatu individu ikan maka kita dapat juga melihat pada bagian-bagian tubuh yang keras. Bagian-bagian tubuh yang keras untuk pembacaan umur suatu individu ikan tersebut menurut (Lagler et al dalam Pulungan, 2006) yaitu sisik kunci, tulang vertebrae, tulang operculum, pangkal duri sirip dada, dan tulang otholit.
Sisik kunci pada ikan bersisik cycloid terletak di atas garis linea lateralis 3 baris sisik di depan pangkal dasar sirip punggung bagian depan dan pada ikan bersisik ctenoid terletak di bawah garis linea lateralis di belakang ujung dasar sirip dada. Arah ke posterior tubuh. Tulang otholit terletak di bawah otak, berjumlah sepasang.

2.7. Mortalitas Ikan
Saanin (1984) mengklasifikasikan ikan lele dumbo ke dalam kelas Pisces, Sub kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siliraodae, Family Clariidae, Genus Clarias, Spesie Clarias gariepinus.



Gambar 4. Morfologi Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Ciri – ciri bentuk ikan lele menurut Weber dan Baufort (dalam Pulungan, 2005) adalah sebagai berikut badan memanjang, tidak bersisik, tidak bersirip lemak dan kepala gepeng, sirip punggung (D) 60 – 70. panjang nya hampir mencapai pangkal sirip ekor. Sirip dada (P) I,8 – 11, jari – jari keras sirip dada licin dan sedikit bergerigi dan tidak tajam. Sirip perut (V) 6, sirip anus (A) 47 – 58. warna tubuh bagian atas gelap, daerah perut dan sisi bawah kepala terang, kadang – kadang terdapat baris bintik – bintik terang sepanjang sisi badan dan ekor.
Perubahan jumlah individu dalam populasi dari suatu spesies ikan dapat berubah – ubah dari waktu ke waktu. Terjadinya perubahan itu dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan produksi selanjutnya dapat mempengaruhi rekuitment ke dalam populasi ikan yang telah ada. Selain itu juga dipengaruhi oleh angka mortalitas yang terjadi. Angka mortalitas agak sukar untuk ditetapkan karena banyak factor yang mempengaruhi ( Bailey,.k.m. And e.d. Honde,1989)
Bailey,.k.m. And e.d. Honde. (1989) menyatakan bahwa penyebab kematian indivu ikan secara masal yang berada di suatu habitat tertentu adalah predasi, penyakit, pencemaran, pemusnahan secara fisik oleh mesin atau manusia dan gejala alam. Sedangkan penyebab kematian yang pengaruhnya tidak langsung kepada individu antara lain makanan, kondisi lingkungan yang kurang menyenangkan, beberapa jenis parasit dan tekanan sosial.
Pencemaran didefenisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang membahayakan) bagi kehidupan biota, sumber daya, kenyamanan ekosistem, serta kesehatan manusia, dan nilai guna lainnya dari ekosistem, baik disebabkan secara langsung maupun secara tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia. (Dahuri, 2002)
Klein (1962) Mengemukakan bahwa pencemaran air dapat disebabkan oleh padatan maupun cairan, pencemaran dalam bentuk cair ditentukan oleh bahan tersuspensi atau bahan terlarut didalamnya seperti Peptisida, Randap, selanjutnya dikatakan pula penyebab utama pencemaran air oleh limbah cair yang berasal dari limbah industri, pemukiman dan pertambangan.
Menurut Djajasewaka (1985), kematian individu ikan di dalam populasi pada habitat tertentu dapat terjadi mulai dari telur ikan yang baru dilepas ke perairan atau yang telah dibuahi, di masa larva, ikan dewasa dan ikan yang tua siap untuk mati secara alami.
Menurut Paling (1971), sebagian besar bahan pencemar yang ditemukan di perairan berasal dari kegiatan manusia. Pada umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian dan rumah tangga.
Salah satu sumber bahan pencemar yang berasal dari limbah pertanian adalah DDT yang terkandung dalam Roundoup. Secara umum dampak negatif dari pemakaian pestisida maupun insektisida sintesis adalah : 1) pencemaran air dan tanah yang akhirnya akan kembali lagi kepada manusia dan makhluk hidup lainnya dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida sintesis, residunya dapat bertahan di tanah dan air hingga puluhan tahun; 2) matinya musuh alami dari organisme pengganggu tanaman (OPT); 3) kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder; 4) kematian organisme yang menguntungkan, seperti lebah yang sangat berperan dalam penyerbukan bunga; 5) timbulnya kekebalan OPT terhadap pestisida sintesis. (Novizan, 2002)

2.8. Pendugaan Populasi
Klasifikasi Ikan Nila yaitu Ordo Perciformes, Family Chiclidae, Genus Oreochromis, Spesies Orechromis niloticus (Kottelat et.all. 2003)



Gambar 5. Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan Nila bentuk tubuhnya pipih compressed, badan tinggi, kepala besar, sisik besar-besar, gurat sisi terputus di bagian tengah-tengah badan. Sirip punggung dan sirip dubur memiliki jari-jari keras seperti duri. Warna tubuh cerah dibandingkan ikan Mujair.
Tubuhnya simetris bilateral, sirip ekor berpinggiran tegak, termasuk kedalam kelas Osteichthyes. Hidung monorhinous. Linea lateralis tidak sempurna karena terputus. Bibir tebal, mulut lebar, moncong panjang, bibir atas berhubungan dengan bibir bawah. Letak mulut tegak lurus didepan bola mata. Tubuh dipenuhi sisik dan bagian ekornya/sirip ekornya terdapat 5 garis hitam. Hidup diperairan tawar.
Ikan Nila bentuk tubuhnya seperti ikan mujair, tetapi warnanya lebih cerah, dan dapat tumbuh lebih besar, panjangnya dapat mencapai sampai 50 cm. Ikan ini tersebar di Afrika Timur, Afrika Barat dan Syria. Di Indonesia belum lama dikenal. Tubuhnya jelas lebih besar dari pada ikan Mujair yang sudah ada, tetapi berkembang biaknya lebih lambat (Djuhanda, 1993).
Effendie (1997) menyatakan bahwa populasi ikan yang akan dipelajari sebaiknya memperlihatkan satuan usaha dari populasi tersebut, yang baik hasilnya dari hasil ini apabila jumlah ikan yang tertangkap seleruhnya sekurang – kurangnya sepertiga dari jumlah di dalam populasi, satuan usaha maksudnya seperti hasil tangkapan kapal tertenty pada tiap hari atau minggu dan bulan.
Krebs (1972) menyatakan bahwa densitas atau abudance adalah jumlah perunit area atau per unit volume yang dinamakan kepadatan mutlak, sedangkan kepadatan nixbi dari suatu populasi misalnya membandingkan keberadaan populasi spesies ikan tetentu di perairan habitat A lebih banyak dari perairan habitat C.
Pemberian tanda secara marking adalah dengan cara tidak menempelkan benda asing ketubuh ikan akan tetapi dengan cara pemotongan salah satu sirip ikan atau sirip lainnya, dengan syarat setelah sirip dipotong maka tidak akan mengganggu aktivitas ikan sehingga memudahkan untuk menangkap kembali. Pemberian tanda tato pada overculum ikan, pemberian lubang pada overculum ikan. (Effendie, 1997)
Sebenarnya populasi mengikuti labih dari satu sifat yaitu :
1. Populasi yang terpisah secara geografi dengan yang lainnya mempunyai kesempatan walaupun sedikit untuk tukar genetis.
2. Dari populasi yang berkelompok yang dinamakan off nes terdapat satu seri perubahan yang gradual.
3. Populasi yang berkelompok harus disertai dengan perbedaan yang tajam dengan daerah hibridasi diantaranya (Royce dalam Pulungan et al, 2006).
Faktor-faktor yang menentukan hadirnya suatu individu di suatu lokasi perairan menurut (Mcnoughton dan Wolf, 1990) adalah distribusi spesies, distribusi lokal akan diatur oleh keseragaman perairan dan predator. Distribusi spesies pada habitatnya mengelompok menandakan ada faktor kecil yang dominan berfungsi sebagai pembatas.
(Odum, 1971) menyatakan bahwa mengelompoknya individu dalam suatu populasi disebabkan oleh respon terhadap lokasi yang berbeda, cuaca dan hasil dari proses reproduksi. Selanjutnya (Tee, 1992) menyatakan penyebaran fauna umumnya terjadi secara mendatar tergantung pada jaraknya dari perairan utama (laut) serta adaptasi fauna terhadap perubahan lingkungan.
Keberadaan suatu populasi dalam perairan dapat diduga melalui metode pendugaan populasi yang terbagi dua yaitu : 1) Secara langsung yang dilakukan dengan pengeringan pada suatu kolam yang luarnya terbatas dan dihitung satu per satu, selain itu dapat dilakukan dengan pemotretan gerombolan ikan-ikan pelagis yang hidup di laut dan dapat mengetahui kepadatannya. 2) Secara tidak langsung, dengan memperhatikan pengurangan “Catch per Unit Effort“. Dalam perhitungan menggunakan metode regresi dari De Lury, Leslie dan Davis. Dan dapat juga dengan metode penandaan (marking dan tagging). (Pulungan, 2006). Selanjutnya dikatakannya bagian-bagian tubuh ikan yang diberi tag adalah : a) Kepala yang meliputi tulang rahang, dan tutup insang, b) Bagian tubuh yang meliputi bagian depan sirip punggung, bagian belakang sirip punggung, sirip lemak (adipose fin) dan batang ekor.
Effendie (1997) menyatakan bahwa populasi ikan yang akan dipelajari sebaiknya memperlihatkan satuan usaha dari populasi tersebut, yang baik hasilnya dari hasil ini apabila jumlah ikan yang tertangkap seleruhnya sekurang – kurangnya sepertiga dari jumlah di dalam populasi, satuan usaha maksudnya seperti hasil tangkapan kapal tertentu pada tiap hari atau minggu dan bulan
Pemberian tanda secara marking adalah dengan cara tidak menempelkan benda asing ketubuh ikan akan tetapi dengan cara pemotongan salah satu sirip ikan atau sirip lainnya, dengan syarat setelah sirip dipotong maka tidak akan mengganggu aktivitas ikan sehingga memudahkan untuk menangkap kembali. Pemberian tanda tato pada overculum ikan, pemberian lubang pada overculum ikan. (Effendie, 1997)

2.9. Larva Ikan
Ikan betina yang telah matang gonad dan siap untuk memijah sebelumnya akan dibuahi oleh spermatozoa maka di dalam sel telur akan terjadi peleburan dan penyatuan kedua inti sel. Pada saat ini mulai terbentuk zygot yang kemudian diikuti dengan pembelahan hingga terbentuknya individu ikan lalu menetas dan keluar dari cangkangnya yang disebut dengan larva (Pulungan et al, 2005)
Effendie (1997) menyatakan bahwa anak ikan yang baru menetas disebut dengan larva dimana tubuhnya belum dalam keadaan sempurna, baik organ dalam maupun organ luarnya. Dibidang budidaya larva yang baru keluar dari telur disebut hatchling. Semasa perkembangannya larva terdiri dari prolarva dan postlarva.
Prolarva ialah larva yang masih memiliki kantung kuning telur berbentuk bundar, oval atau oblong, tubuhnya tran sparan dengan beberapa butir pegment. Sirip dada dan ekor sudah ada tetapi belum sempurna bentuknya, sedangkan sirip perut berupa tonjolan, mulut dan rahang belum berkembang, usus masih berupa tabung lurus. Sistem pernafasan dan peredaran darah tidak sempurna, makanan dari kuning telur yang dibawa oleh telur.
Sedangkan postlarva yaitu larva yang mulai kehilangan kantung kuning telur, mata berpigment, gelembung udara gelap, mulut terbentuk, sirip dada membesar,bntuk badan silinder atau pipih maupun bervariasi, sebagian besar organ sudah terbentuk sehingga diakhir postlarva secara morfologi hampir menyerupai bentuk ikan dewasa (Permana, 1987).
Jhingran (1975) menerangkan bahwa tahap larva adalah tahap paling kritis dalam kehidupan ikan karena banyak faktor penyebab mortalitas mulai dari larva, menetas ke alam sampai dapat mencari makanan sendiri. Terjadinya mortalitas itu karena faktor lingkungan dan diri larva itu sendiri. Kematian larva karena lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor biologi diantaranya makanan, predator dan kanibal, faktor kimia diantaranya pencemaran, oksigen terlarut, derajat keasaman, dan salinitas, sedangkan faktor fisika diantaranya suhu perairan, arus, dan turbiditas.
Larva yang organ – organ tubuhnya mulai terbentuk secara sempurna dan mulai berfungsi akan memasuki masa juvenil dan akhirnya menyerupai bentuk ikan dewasa ( Blaxter, 1969).

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Biologi Perikanan dilaksanakan mulai tanggal 19 September sampai tanggal 19 Desember 2006. Bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan setiap praktikum Biologi Perikanan adalah berupa ikan-ikan segar (baik yang hidup maupun yang mati).
Sedangkan alat-alat yang digunakan selama praktikum seperti baki untuk meletakkan ikan, gunting bedah untuk membedah bagian-bagian tertentu ikan, scapel untuk memotong daging ikan, pinset untuk mengambil organ yang akan diamati, timbangan Sartorius untuk menimbang berat, mikroskop untuk melihat organ-organ kecil, serbet untuk membersihkan, alat-alat tulis untuk mencatat hasil praktikum.

3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan selama praktikum Biologi Perikanan menggunakan metode/pengamatan secara langsung terhadap objek atau ikan sampel.

3.4 Prosedur Praktikum
3.4.1. Seksualitas Ikan
Adapun prosedur praktikum yang dilakukan yaitu setibanya di Laboratorium praktikan langsung mempersiapkan alat dan bahan, setelah itu melakukan pengamatan terhadap bahan praktikum diantaranya menimbang berat ikan, mengukur panujang total (TL), panjang baku (SL),panjang fork (FL), panjang kepala (HdL), tinggi badan (BdH), setelah itu menentukan jenis kelamin dari individu ikan dengan cara membedah bagian abdominal ikan, dan mengamati ciri seksual primer. Setelah ikan telah dibedah maka perhatikan antara ikan jantan dan ikan betina terhadap cirri seksual sekunder yang dimiliki meliputi seksual dimorphisme maupun seksual dichromatisme. Data yang didapat dijadikan sebagai laporan kerja sementara. Setelah itu dibuat dalam laporan individu dari setiap praktikan.

[
3.4.2. Kematangan Gonad
Adapun prosedur praktikum yang dilakukan yaitu setibanya di Laboratorium praktikan langsung mempersiapkan alat dan bahan, setelah itu melakukan pengamatan terhadap bahan praktikum diantaranya menimbang berat ikan, mengukur panujang total (TL), panjang baku (SL),panjang fork (FL), panjang kepala (HdL), tinggi badan (BdH), setelah itu menentukan jenis kelamin dari individu ikan dengan cara membedah bagian abdominal ikan, dan mengamati ciri seksual primer.
Selanjutnya, gonad yang ditemukan pada setiap ikan yang telah dibedah tadi, tentukan tingkat kematang gonadnya menurut Nikolsky (1963) dan Kesteven (Begenal dan Bram 1968). Ukur panjang gonad tersebut dengan penggaris dan ukur juga panjang rongga tubuh pada setiap ikan untuk menghitung perbandingannya. Kemudian gonad tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan sartorius. Apabila terdapat ovari yang telah matang gonad, maka disimpan dengan menggunakan botol yang telah berisi formalin untuk digunakan pada praktikum fekunditas yaitu menghitung jumlah telur yang terdapat pada setiap kantong ovari.
Setelah kita mendapatkan data dari pengukuran tadi, maka data yang didapat dijadikan sebagai laporan kerja sementara. Setelah itu dibuat dalam laporan individu dalam bentuk paper untuk setiap praktikan dan dikumpul sebelum masuk praktikum sebelumnya. Praktikum selesai dilaksanakan, cuci nampan dan keringkan kemudian bersihkan meja praktikum.

3.4.3. Fekunditas dan Diameter Telur
Adapun prosedur praktikum yang dilakukan yaitu setibanya di Laboratorium, praktikan langsung mempersiapkan alat dan bahan, setelah itu melakukan pengamatan terhadap bahan praktikum diantaranya mengambil telur pada bagian anterior, tengah, dan posterior baik pada sisi kanan maupun sisi kiri. Letakkan sebanyak 5 telur yang telah diambil dari tempat tadi pada objek glass untuk dilihat nilai sebaran telur pada ovari ikan tersebut. Kemudian setelah diukur berapa diameter telur masukkan kedalam table dengan syarat nilai yang telah didapat dikalikan dengan perbesarannya yaitu 40x10 (0,025).
Pengamatan selanjutnya menghitung fekunditas ikan dengan menggunakan metode gabungan yaitu menghancurkan telur yang telah diberikan formalin ke dalam sebuah cawan Petri dengan menggunakan air 10 ml. Setelah hancur, telur ikan dimasukkan ke dalam gelas ukur setinggi 0,5. Kemudian, timbang berat ikan tersebut didalam timbangan sartorius. Telur yang ditimbang tadi dihitung satu persatu untuk mendapatkan nilai x. Jika telah didapat semua nilai, masukkan kedalam rumus dan hitung nilai fekunditasnya. Data yang diperoleh dijadikan laporan sementara dan nanti akn dipindahkan ke dalam laporan individu dalam bentuk paper.



3.4.4. Analisa Isi Saluran Pencernaan
Adapun prosedur praktikum yang dilakukan yaitu setibanya di Laboratorium praktikan langsung mempersiapkan alat dan bahan, setelah itu melakukan pengamatan terhadap bahan praktikum diantaranya membedah bagian abdominal ikan untuk mengambil lambung ikan ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) tersebut, menghitung volume lambung berisi maupun volume lambung kosong dengan menggunakan gelas ukur, mengamati isi dari lambung ikan dengan menggunakan mikroskop dan menentukan makanan yang paling dominan dimakan oleh ikan ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) dan data yang diperoleh dijadikan laporan sementara.

3.4.5. Penentuan Umur Ikan
Melakukan pengamatan dengan mengiris bagian kepala ikan Selar (Caranx leptolepis), kemudian mengambil tulang otolithnya dengan cara mengiris bagian kepalanya.. Lalu diamati dengan menggunakan mikroskop, kemudian data yang diperoleh dijadikan laporan sementara

3.4.6. Mortalitas Ikan
Prosedur yang dilaksanakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut dua buah akuarium yang telah disediakan yang berukuran 60 x 30 x 30 diisi dengan air sebanyak 20 liter. Setelah terisi, air dibiarkan selama ± 10 menit. Setelah itu masukkan 3 ekor ikan ke dalam salah satu akuarium, ikan ini merupakan ikan uji. Sedangkan untuk yang dua ekor lagi masukkan dijadikan kontrol normal yang tidak diberi perlakuan insektisida.
Setelah itu, ikan diaklimatisasi selama ± 15 menit, selama proses aklimatisasi catat tingkah laku ikan baik ikan uji maupun ikan kontrol mulai dari gerakan, jumlah bukaan mulut dan tutup insang dan gerakan sirip. Setelah 15 menit pertama, masukkan 15 ml baycline ke dalam akuarium ikan uji, amati tingkah lakunya seperti 15 pertama.
Kemudian setelah 15 menit, ambil satu ikan uji bedah dan amati warna isang serta jantungnya. Selanjutnya masukkan lagi i5 nl baycline pada ikan uji amati selama 15 menit, setelah 15 menit ambil ikan untuk dibedah. Perlakuan tersebut terus diulang sampai semua ikan yang ada dalam akuarium mati.
Catat berapa ml baycline yang digunakan sampai ikan yang terakhir mati dan hitung juga konsentrasinya, serta catat waktu kematian masing-masing ikan uji. Setelah semua selesai diamati bersihkan semua alat-alat yang digunakan selama praktikum. Kemudian buat laporan dalam bentuk paper yang akan dikumpulkan sebagai syarat untuk mengikuti praktikum minggu berikutnya.

3.4.7. Pendugaan Populasi
Prosedur yang digunakan pada praktikum Pendugaan Populasi ini adalah, benih ikan nila dimasukkan ke dalam ember hitam, kemudian ditangkap dengan menggunakan saringan. Penangkapan dilakukan secara acak. Ikan yang sudah tertangkap, di beri tanda dengan memotong sirip ekornya untuk membedakan dengan ikan yang belum diberikan tanda. Kemudian dilakukan lagi penangkapan secara acak, dan di catat ikan yang sudah di beri tanda apabila tertangkap kembali dan ikan yang belum diberi tanda yang tertangkap juga dicatat kemudian beri tanda pada ikan yang belum diberi tanda. Dilakukan berulang-ulang sampai 10 kali. Hitung dengan menggunakan metode Petersen, Zoe Scehnebel, Schumecher dan Eschmeyer berikut nilai biasnya. Pindahkan di laporan sementara.

3.4.8. Larva Ikan
Adapun prosedur praktikum yang dilakukan yaitu pengamatan terhadap bahan praktikum dengan melihat larva dibawah mikroskop untuk melihat periode yang sedang dialaminya serta melihat organ-organ yang telah terbentuk, setelah itu gambar bentuk objek yang terlihat dan dilakukan berulang-ulang sebanyak larva yang telah disiapkan. Kemudian dibuat laporan sementara.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Seksualitas Ikan
Dalam praktikum pengenalan dan identifikasi terhadap jenis-jenis ikan diperoleh hasil dengan melakukan perhitungan dan pengukuran terhadap objek prakrikum tersebut.
Dimana hasil yang diperoleh berupa datadata morphometrik dan data meristik yang meliputi TL, SL, FL, HdL, BdH, jumlah jari-jari sirip pada setiap sirip yang terdapat pada spesies ikan tersebut, jumlah sisik, bentuk mulut, bentuk ekor serta klasifikasi dari spesies ikan yang dipraktikumkan.
Dari praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Penentuan seksualitas ikan
No. Berat Ikan (gram) TL (mm) SL (mm) BdH (mm) HdL (mm) FL (mm) Jenis Kelamin
1. 50 180 140 40 35 150 Jantan
2. 50 180 140 40 40 150 Jantan
3. 60 185 145 45 40 153 Betina
4. 60 185 145 45 40 153 Jantan
5. 48 170 130 40 35 140 Jantan
6. 49 175 135 40 37 143 Jantan
7. 50 180 140 45 43 150 Jantan
8. 60 185 145 40 40 153 Jantan
9. 50 165 145 45 40 153 Jantan
10. 50 188 145 45 40 155 Betina
11. 47 175 135 45 40 145 Jantan
12. 47 175 138 45 40 145 Jantan
13. 50 180 140 45 40 145 Jantan
14. 45 165 125 40 35 135 Betina
15. 45 160 125 35 30 130 Betina
16. 20 170 135 35 30 140 Jantan
17. 60 190 145 45 42 155 Betina
18. 50 190 145 45 42 155 Jantan
19. 50 180 140 40 30 150 Betina
20. 40 165 130 45 40 135 Betina
21. 35 160 120 40 38 125 Jantan
22. 50 180 136 45 42 146 Betina
23. 50 178 135 40 42 145 Jantan
24. 40 145 116 35 35 126 Jantan
25. 30 162 127 37 30 136 Jantan
Data diatas didapat pada saat melakukan pembedahan ikan dan langsung melihat gonad yang dimiliki oleh setiap ikan secara langsung atau juga disebut dengan seksual primer. Sehingga dapat diketahui bahwa ikan jantan sebanyak 17 ekor, sedangkan betina sebanyak 8 ekor.
Sedangkan seksual sekunder dimorphisme maupun seksual dichromatisme yang dimiliki ikan motan ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Seksual dimorphisme dan seksual dichromatisme
a. Seksual dimorphisme
Jantan Betina
Permukaan kepalan halus Permukaan kepala kasar
Bentuk abdominal tidak membundar Bentuk abdominal membundar
b. Seksual dichromatisme
Jantan Betina
Warna tubuh lebih cerah Warna tubuh tidak begitu cerah
Warna sirip punggungnya lebih cerah Warna sirip punggung tidak begitu cerah
Warna testes ikan jantan putih susu, sedangkan warna ovari ikan betina adalah hijau pekat, ini dipengaruhi oleh makanan yang makan oleh ikan motan ini.

4.1.2. Kematangan Gonad
Dari praktikum yang telah dilakukan mengenai Tingkat Kematangan Gonad ikan, dihasilkan klasifikasi dan data morphometrik dan berat tubuh ikan rata-rata sebagai berikut:
Tabel 3. Morfometrik ikan motan jantan dan betina serta berat ikan tersebut
No. Berat Ikan (gram) TL (mm) SL (mm) BdH (mm) HdL (mm) FL (mm) Jenis Kelamin
1. 50 180 143 43 40 154 Jantan
2. 50 172 137 40 35 147 Jantan
3. 50 172 134 40 40 146 Jantan
4. 50 173 140 41 37 149 Jantan
5. 40 164 132 37 38 138 Jantan
6. 50 185 145 40 40 155 Jantan
7. 50 175 130 35 35 145 Jantan
8. 50 175 130 45 45 145 Jantan
9. 50 165 125 40 35 135 Jantan
10. 50 170 135 40 40 145 Jantan
11. 60 180 145 45 40 155 Jantan
12. 50 175 140 45 40 145 Jantan
13. 50 170 135 45 40 145 Jantan
14. 40 170 130 40 40 135 Jantan
15. 70 190 145 45 40 150 Betina
16. 50 165 130 40 35 140 Jantan
17. 50 180 140 40 35 150 Jantan
18. 50 180 140 40 35 150 Jantan
19. 50 180 140 45 40 150 Betina
20. 50 175 135 40 35 145 Jantan
21. 50 175 135 40 30 145 Jantan
22. 50 170 132 40 30 140 Jantan
23. 50 170 130 40 30 135 Jantan
24. 48 165 130 40 35 135 Jantan
25. 48 165 127 40 30 135 Jantan

Tabel 4. Tabel Perbandingan/Ratio Perbandingan antara Panjang Gonad dengan Panjang Rongga Tubuh

NO. Pjg Rongga Tubuh
(mm) Pjg Gonad
(mm) Ratio Perbandingan
(mm) Jenis Kelamin
Jantan Betina
1. 45 65 0,85 Jantan
2. 50 60 1,2 Jantan
3. 50 60 1,2 Jantan
4. 55 65 1,18 Jantan
5. 50 60 1,2 Jantan
6. 55 65 1,18 Jantan
7. 50 60 1,2 Jantan
8. 50 60 1,2 Jantan
9. 50 55 0,9 Jantan
10. 45 55 0,81 Jantan
11. 50 60 0,83 Jantan
12. 47 58 0,81 Jantan
13. 48 60 0,8 Jantan
14. 45 55 0,81 Jantan
15. 60 75 0,8 Betina
16. 60 75 0,8 Jantan
17. 65 80 0,81 Jantan
18. 60 75 0,8 Jantan
19. 70 85 0,82 Betina
20. 65 80 0,81 Jantan
21. 50 60 0,83 Jantan
22. 48 60 0,8 Jantan
23. 55 65 0,85 Jantan
24. 50 60 0,83 Jantan
25. 53 65 0,82 Jantan
Tabel 5. Tabel Indeks Kematangan Gonad Ikan Motan
No. Berat IKG (%) Tingkat Kematangan Gonad
Brt tbh+gonad Brt Gonad Nikolsky Kesteven
1. 50 gr 0,4458 gr 0,8916 % I II
2. 50 gr 0,1365 gr 0,2730 % I II
3. 50 gr 0,2808 gr 0,5616 % II III
4. 50 gr 0,3985 gr 0.7790 % II III
5. 40 gr 0,3235 gr 0,8087 % II III
6. 50 gr 0,4138 gr 0,8276 % II III
7. 50 gr 0, 2501 gr 0,5002 % II III
8. 50 gr 0,2510 gr 0,2020 % II III
9. 50 gr 0,0744 gr 0,1488 % II III
10. 50 gr 0,5048 gr 1,0096 % III IV
11. 60 gr 0,3962 gr 0,6603 % II III
12. 50 gr 0,5560 gr 1,1120 % III IV
13. 50 gr 0,7122 gr 1,4244 % II III
14. 40 gr 0,3392 gr 0,8480 % III IV
15. 70 gr 6,0583 gr 8,6547 % IV V
16. 50 gr 0,2257 gr 0,4514 % III IV
17. 50 gr 0,6080 gr 1,2160 % III IV
18. 50 gr 0,3645 gr 0,7290 % III IV
19. 50 gr 7,0266 gr 14,0532 % IV V
20. 50 gr 0,2720 gr 0,5440 % II III
21. 50 gr 0,3130 gr 0,6260 % III IV
22. 50 gr 0,1902 gr 0,3804 % I II
23. 50 gr 0,2902 gr 0,5804 % III IV
24. 48 gr 0,2838 gr 0,5913 % III IV
25. 48 gr 0,1488 gr 0,3100 % III IV

Dari Tabel 5 diambil data ikan sampel yaitu untuk ikan jantan adalah ikan no. 5 dan ikan betina adalah ikan no. 19, gonad pada ikan motan . Dari data ini dilakukan penimbangan terhadap masing-masing gonad ikan dan penghitungan IKG (Indeks Kematangan Gonad) atau sering disebut Coeffisien Kematangan Gonad atau Gonado Somatic Index, yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikali dengan 100 %.
Rumus IKG :
Bg
IKG = X 100 %
Bt

Keterangan : IKG = Indeks Kematangan Gonad
Bg = Berat Gonad dalam gram

Bt = Berat tubuh dalam gram

a. IKG untuk Testes (Sampel no. 1)
Dik : Berat testes = 0,3235 gr
Berat ikan = 40 gr
Dit : IKG ?
0,4458
IKG = X 100 % = 0,8916 %
50

b. IKG untuk Ovari (Sampel no. 19)

Dik : Berat ovari = 7,0266 gr
Berat ikan = 50 gr
Dit : IKG ?
7,0266
IKG = X 100 % = 14,0532 %
50
4.1.3. Fekunditas dan Diameter Telur
Pada praktikum kali ini, fekunditas dihitung dengan menggunakan metode gabungan. Metode gabungan adalah metode yang menggabungkan metode-metode sebelumnya yaitu metode volumetric, gravimetrik, dan metode jumlah. Adapun rumus pada metode gabungan ini adalah sebagai berikut :
F =
Keterangan :
F : Fekunditas
G : Berat gonad (gr)
V : Volume pengenceran (ml)
X : Jumlah butir telur setelah ditimbang dengan menggunakan timbangan sartorius.
Q : Berat telur contoh (sub-sampel) pada tabung ukur 0,5
Dengan menggunakan rumus metode gabungan tadi, maka dapat dihitung nilai fekunditas ikan Motan (Thynnichthys thynnoides)
Diketahui : Berat gonad (G) = 7,0266 gr
Volume pengenceran (V) = 10 ml
Jumlah butir telur (x) = 1882 butir
Berat telur (Q) = 0,8398 gr
Ditanya : Fekunditas (F) ?
Jawab : F =
F =
F =
F = 157466,792
F = 157467
Telur yang telah diambil dari bagian anterior, tengah, posterior kemudian dijajarkan pada objek glass dan dilihat serta ditentukan diameter telurnya dengan menggunakan mikroskop mikrookuler, maka didapat ukuran sebagai berikut :
Tabel 6. Diameter telur ikan motan (Thynnichthys thynnoides)
Ket. Kiri Kanan
Anterior 25 20 30 25 20 33 27 25 30 25
Tengah 25 20 25 30 30 27 33 30 25 30
Posterior 30 25 28 25 20 25 29 20 20 23

Karena pembesaran yang digunakan adalah 40x10, maka nilai diatas dikalikan dengan 0,025. Sehingga didapat hasil pada tabel berikut :
Tabel 7. Diameter telur ikan yang dikalikan dengan perbesaran 40x10 (0,025)
Ket Kiri Kanan
Anterior 0,625 0,5 0,75 0,625 0,5 0,825 0,675 0,625 0,75 0,625
Tengah 0,625 0,5 0,625 0,75 0,75 0,675 0,825 0,75 0,625 0,75
Posterior 0,75 0,625 0,7 0,625 0,5 0,625 0,725 0,5 0,5 0,575

Setelah didapatkan nilai diatas, kemudian ditabulasikan ke dalam tabel berikut.
Tabel 8. Ukuran diameter telur dari keenam bagian ovari ikan
Diameter telur (mm) Frekuensi (butir)
Kiri Kanan
Anterior Tengah Posterior Anterior Tengah Posterior
0,5 II I I II
0,575 I
0,625 II II II II I I
0,675 I I
0,7 I
0,725 I
0,75 I II I I II
0,825 I I
Jumlah = 5,375 5 5 5 5 5 5
Dari data diatas, dilanjutkan dengan menghitung jumlah (∑) diameter telur rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
telur rata-rata =
Keterangan :
telur rata-rata : diameter telur dibagi jumlah telur (mm)
: diameter telur ikan
n : jumlah telur ikan yang diamati
Diket : = 5,375
n = 30
Ditanya : telur rata-rata?
Jawab : telur rata-rata =
= 0,1792
Jadi, pada ke 30 diameter yang diambil dari 6 tempat bagian ovari memiliki diameter telur sebesar 0,1792 mm.

4.1.4. Analisa Isi Saluran Pencernaan
Tabel 9. Morfometrik , mulut, dan susunan insang ikan Lele dumbo ( Clarias garipinus)
Ikan Morfometrik Bukaan mulut Posisi mulut Jenis gigi Susunan insang
TL SL Bdh HdL
I 270 230 35 65 25 Lebar dan berada tegak lurus dibelakang bola mata Vilivorm Tidak rapat
II 260 225 35 60 20
III 250 220 35 55 20
Setelah diukur data diatas, ketiga ekor ikan dibedah dan diambil saluran pencernaannya yaitu lambung dan intestine. Ketiga lambung tersebut yang masih berisi makanan dimasukkan ke dalam tabung ukur 10 ml. Lambung beserta usus ketiga ikan lele tersebut kemudian dikeluarkan semua isinya dan dimasukkan ke dalam cawan Petri. Setelah semua isi lambung dan intestine dikeluarkan, maka usus dan lambung tadi dimasukkan ke dalam tabung ukur 10 ml air. Kemudian hitung berapa selisih volume air yang dimasukkan lambung berisi dan lambung yang kosong.
Tabel 10. Volume kenaikkan lambung berisi dan lambung kosong beserta selisihnya.
Ikan Volume lambung dan usus berisi dalam 10 ml air Volume lambung dan usus kosong dalam 10 ml air Selisih
1. 10 ml air  14 ml 10 ml air  13,5 ml 0,5 ml
2. 10 ml air  13 ml 10 ml air  12,5 ml 0,5 ml
3. 10 ml air  12,5 ml 10 ml air  12 ml 0,5 ml
Isi lambung yang dimasukkan ke dalm cawan Petri tadi kemudian diencerkan dengan air 10 ml. Setelah encer, ambil cairan tersebut ke dalam pipet tetes dan diletakkan pada objek glass untuk diamati di bawah mikroskop. Pengamatan dalam mikroskop sebanyak 3 kali ulangan / 3 tetes dan dari 3 sudut pandang. Lihat jenis makanan dan dimasukkan ke dalam table.
Tabel 11. Jenis makanan Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Jumlah makanan Ikan Jumlah Persentase
I II III
1.


Anabaeropsis raciborskii wal 6 3 5 14 x100%=18,42%

2.


Lyngbya spirulinoides Gom 4 5 3 12 x100%=15,79%

3.

Gomphosphaeria aponina Kg 18 10 8 36 x100%=47,37%

4.

Cylendrocystis brebissoni Menegh - 6 - 6 x100%=7,89%

5.

Glococystus vesiculosa Naeg - - 8 8 x100%=10,53%



4.1.5. Penentuan Umur Ikan
Hasil yang didapat pada praktikum kali ini sebagai berikut:
Tabel 12. Ukuran Morphometrik
No. TL SL HdL BdH FL
1. 180 150 45 55 160
2. 190 155 43 50 170
3. 195 160 45 45 165


Gambar 6. Otolith Ikan Selar (Selaroides leptolepis)
Perhitungan berat otolith ikan Caranx leptolepis:
1) Kanan = 0,0001g
Kiri = 0,0009 g

4.1.6. Mortalitas Ikan
4.1.6.1. Deskripsi Ikan Lele dumbo
Saanin (1984) mengklasifikasikan ikan Nila kedalam kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariphysi, subordo Siluridea, famili Claridae, genus Clarias, species Clarias gariepinus.







Gambar 7. Morfologi Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
4.1.6.2. Perhitungan Volume Air Aquarium.
V = p x l x t Dimana: V = Volume air (liter)
20 = 60 x 30 x t p = Panjang aquarium (cm)
20.000 = 1800 t l = Lebar aquarium (cm)
t = t = Tinggi Air (cm)
t = 11,1 cm


4.1.6.3. Reaksi Ikan Terhadap Zat Pencemar
Setelah dilakukan proses pengamatan selama lima belas menit, ikan uji diberi perlakuan berupa pemberian detergen sebanyak 20 gr setiap 15 menit, kemudian diamati bukaan mulut, bukaan operculum serta tingkah laku ikan.
Tabel 13. Hasil Pengamatan Reaksi Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) terhadap bahan pencemar baycline.

Waktu Bukaan
Bukaan Operculum Detak

Jantung
Pergerakan Ikan
Ikan
Kontrol 15 menit 82 96 98 Ikan berenang dengan arah teratur
Ikan
Uji 1 15 menit 124 133 73 Ikan berenang dengan tak teratur
Ikan
Uji 2 15 menit
30 menit 121
129 132
146 69 Ikan melompat keatas perairan

Ikan
Uji 3 15 menit
30 menit
45 menit 121
136
138 129
135
142 70 Ikan membenturkan tubuhnya kedinding

Insang pada ikan kontrol terlihat berwarna merah, sedangkan ikan uji 1 yang sudah tercemar insang berwarna sedikit lebih gelap. Begitu juga dengan ikan uji 2 yang berada 15 menit lebih lama dari ikan uji 1, warna insang lebih merah hati sampai pada ikan uji 3, insang berwarna merah hati dan warna tubuh ikan secara keseluruhan menjadi lebih pucat.

4.1.7. Pendugaan Populasi
Adapun data yang didapatkan dari praktikum adalah sebagai berikut:
Tabel 14. Pendugaan populasi pada ikan Nila
Penangkapan u r u+r m m.r m(u+r) m2(u+r)
1 3 0 3 0 0 0 0
2 7 0 7 0+3=3 0 21 63
3 4 1 5 3+7=10 10 50 500
4 4 6 10 10+4=14 84 140 1.960
5 1 6 7 14+4=18 108 126 2.268
6 2 9 11 18+1=19 171 209 3.971
7 1 8 9 19+2=21 168 189 3.969
8 3 5 8 21+1=22 110 176 3.872
9 5 9 14 21+3=25 225 350 8.750
10 2 5 7 25+5=30 150 210 6.300
Jumlah 30 49 71 162 1.026 1.471 31.653

1. Metode Petersen
Dilakukan pada penangkapan ke-III karena pada penangkapan kedua ikan yang bertanda tidak dapat ditangkap (r = 0).
P^ =
P^ = = 50
Bias =
Bias =
Bias = 0 % (tidak terhingga)

2. Metode Zoe scahnabel
P^ =
=
= 30,0204
Bias = x100%
Bias =
Bias = 39, 96%
3. Metode Schumecher dan Eschmeyer
P^ =
=
= 30,8509
Bias = x100%
Bias =
Bias = 38,30%
Kesimpulan : melihat dari perhitungan indeks bias yang relatif kecil adalah metode Petersen sebesar 0 % sehingga kebiasan pendugaan populasi semakin kecil artinya mendekati tingkat kebenaran.

4.1.8. Larva Ikan
Ikan lele dumbo diklasifikasikan ke dalam kelas Pisces, Sub kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub ordo Siliraodae, Family Clariidae, Genus Clarias, Spesie Clarias gariepinus (Saanin, 1984).





Gambar 8. Morfologi Prolarva Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)








Gambar 9. Morfologi Postlarva Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Adapun hasil yang diperoleh dalam praktikum ini yaitu antara larva yang satu dengan yang lain mempunyai ciri-ciri morfologi yang berbeda, hal ini dapat dikarenakan oleh perbedaan usia larva walaupun hanya berbeda beberapa jam.
Tabel 15. Data Larva Ikan Lele (Clarias gariepinus)
No. Prolarva Postlarva Ciri - Ciri
1  Kuning telur sedikit, belum ada bukaan mulut, sirip belum terbentuk
2  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
3  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
4  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
5  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
6  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
7  Kuning telur sedikit, belum ada bukaan mulut, sirip belum terbentuk
8  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
9  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna
10  Sudah terdapat bukaan mulut, sirip sudah hampir berbentuk sempurna

4.2. Pembahasan
4.2.1. Seksualitas Ikan
Gonad yang berkembang didalam tubuh individu ikan akan mempengaruhi pertambahan berat tubuh. Individu – individu ikan yang sudah matang gonad sempurna berat testes mempengaruhi pertambahan berat tubuh ikan jantan sekitar 10 – 15%, sedangkan pada ikan sekitar 15 – 25% (Pulungan, 2006)
Ciri seksual ikan dapat dibagi menjadi dua, yaitu ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri seksual primer adalah alat atau organ yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi. Sedangkan ciri seksual sekunder berguna dalam membedakan ikan jantan dengan ikan betina dan dapat dilihat dari luar, meskipun kadang kala tidak memberikan hasil yang positif (Bond, 1979).
Testes dan salurannya pada ikan jantan serta Ovari dan salurannya pada ikan betina merupakan ciri seksual primer. Ikan Motan yang diamati ialah ikan Motan jantan. Menurut (Pulungan, 2006) pada ikan Motan jantan terdapat testes. Testes pada ikan terdapat dalam tubuh ikan jantan. Bentuknya juga bergantung pada rongga tubuh yang tersedia. Tetapi pada umumnya mempunyai bentuk tubuh yang memanjang. Jumlahnya sepasang dan menggantung pada mesenteries (mesorchia). Posisinya persis di bawah tulang punggung dan ginjal serta di samping gelembung udara. Warnanya bervariasi mulai dari transparan sampai berwarna putih susu.
Sedangkan pada ikan Motan betina terdapat ovari yang terletak di samping kanan dan kiri gelembung renang, dibawah ruas-ruas vertebrae, di atas saluran pencernaan dan menggantung pada mesovaria, warnanya bervariasi mulai dari orange sampai kuning keemasan (Pulungan,2006)
Alat pengeluaran atau organ uropoetica pada ikan Motan terdiri atas tiga bagian, antara lain : 1) mesonephros, terdapat sepasang berwarna merah tua dan terletak di antara gelembung renang dan tulang punggung. Mempunyai bentuk yang bervariasi, agak memanjang dan mempunyai bagian yang membesar yang terjepit di antara kedua bagian pneumatocyt. 2) ureter (ductus mesonephridicus), merupakan saluran keluar dari mesonephros 3) gelembung kencing (vesica urinaria), merupakan persatuan ureter kanan dan kiri (Pulungan, 2006).

4.2.2. Kematangan Gonad
Gonad adalah organ reproduksi yang berfungsi menghasilkan sel kelamin (gamet). Gonad yang terdapat pada tubuh ikan jantan disebut testes berfungsi menghasilkan spermatozoa sedangkan gonad yang terdapat pada ikan betina disebut ovari yang nantinya akan menghasilkan telur (ovari).
Gonad yang ada dalam tubuh ikan umumnya berjumlah sepasang. Gonad yang sepasang berfungsi untuk keseimbangan badan dalam bergerak. Tidak selamanya gonad yang disebelah kanan sama ukurannya dengan gonad disebelah kiri namun yang ukurannya lebih pendek akan menyeimbangkan diri dengan berat.
Testes pada ikan terdapat dalam rongga tubuh, bentuknya sangat tergantung pada rongga tubuh yang tersedia tetapi umumnya berbentuk panjang, jumlahnya sepasang dan tergantung di sepanjang mesenteries pada rongga atas bagian tubuh. Posisinya persis di bawah tulang punggung di samping gelembung udara. Warna bervariasi mulai dari transparan sampai warna putih susu. Ovari pada ikan terdapat dalam tubuh, bentuknya juga tergantung pada rongga tubuh. Namun pada umumnya memanjang, jumlahnya sepasang dan menggantung kepada mesenteries (mesovaria). Posisinya persis di bawah tulang punggung dan ginjal serta di samping gelembung udara. Warnanya bervariasi mulai dari transparan sampai kuning emas dan keabu-abuan. (Pulungan et all, 2006)
Untuk mempermudah mengetahui perkembangan gonad maka oleh para peneliti dilakukan pentahapan terhadap perkembangan gonad yang bervariasi. Hal ini disesuaikan dengan kondisi jenis ikan yang dianalisa dan digunakan. Gonad yang terdapat di dalam tubuh mengalami perkembangan dari bentuk sehelai benang berisi cairan bening kemudian berkembang dan membesar sesuai dengan kapasitas rongga perut yang dimiliki individu ikan. Perkembangan gonad ini dipengaruhi oleh adanya perkembangan gamet yang diproduksi oleh gonad itu sendiri. Semakin matang gonad suatu individu ikan maka semakin besar bentuk dan berat gonad serta tubuh individu ikan. Beberapa peneliti memperkirakan pertambahan berat gonad ikan berkisar 10-25 % dari berat tubuh. Akan tetapi pada jenis ikan tertentu pertambahan gonad dapat mencapai 50 % dari berat tubuh. (Pulungan, 2005)
Effendi (1997) pada proses reproduksi sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad, gonad semakin bertambah berat diimbangi dengan bertambah ukurannya. Kemudian (Siregar, 1989) menyatakan bahwa perkembangan gonad ikan secara garis besar dibagi atas dua tahap perkembangan utama yaitu pertumbuhan gonad sehingga ikan mencapai tingkat dewasa kelamin (sexually mature) dan tahap pematangan produk seksual/ gamet.
Tahap kematangan gonad yang umum digunakan menurut Kesteven yaitu 1) dara, 2) dara berkembang, 3) perkembangan I, 4) perkembangan II, 5) Bunting, 6) Mijah, 7) Mijah/salin, 8) salin/spent dan 9) pulih salin. Sedangkan menurut Nikolsky,tahap perkembangan gonad pada ikan terdiri dari 1) tidak masak, 2) tahap istirahat, 3) pemasakan, 4) masak, 5) reproduksi, 6) kondisi salin, 7) tahap istirahat.
Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam gonad itu sendiri. Umumnya pertamabahan bobot gonad pada ikan betina 10 – 25 % dan pada ikan jantan 5 – 10 % dari bobot tubuh. Pengetahuan tentang perubahan/tahap-tahap perkembangan gonad diperlukan untuk mengetahui kapan ikan akan/tidak melakukan reproduksi. Dengan mengetahui tingkat-tingakat kematangan gonad, kita akan dapat mengetahui kapan ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan saat pertama sekali gonadnya masak ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. (Tang, 2000)
Tiap-tiap spesies ikan pada ukuran pertama kali gonadnya matang tidak sama ukurannya. Demikian juga pada ikan yang spesiesnya sama. Faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan antara lain : suhu, makanan dan faktor keberadaan hormon. Pengetahuan tentang kematangan gonad tidak akan sempurna apabila tidak diiringi dengan pengetahuan tentang anatomi, histologi alat reproduksi baik jantan maupun betina. Demikian juga proses-proses pembentukan sel kelamin sampai terjadinya kematangan gonad. Berdasarkan hal tersebut, kajian mengenai perkembangan gonad perlu diungkapkan (Affandi, 2000)

4.2.3. Fekunditas dan Kematangan Telur
Menurut Bagenal (1967) menerangkan bahwa fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan dalam rata-rata masa hidupnya. Parameter ini relevan untuk studi populasi, karena kematangan ikan pada waktu pertama kalinya dapat diketahui dan juga statistik kecepatan mortalitas dapat ditentukan dengan pengelolaan perikanan yang baik.
Nilai fekunditas suatu individu ikan selalu bervariasi, karena dipengaruhi oleh umur atau ukuran individu ikan, jenis dan jumlah dari makanan yang dimakan, sifat ikan, kepadatan populasi, lingkungan hidup dimana ikan itu berada dan factor fisiologi tubuh.
Untuk menghitung fekunditas (butiran telur) pada ikan dapat dilakukan dengan lima cara yaitu, : 1) Metoda jumlah (menjumlahkan secara langsung), 2) Metoda volumetrik, 3) Metoda gravimetric, 4) Metoda gabungan volumetrik, gravimetric, dan jumlah, 5) Metoda Von Bayer (Effendie, 1992).
Namun pada praktikum yang dilakukan menggunakan gabungan yaitu menghitung secara langsung dengan menggabungkan metode sebelumnya diantaranya metode jumlah, metode gravimetrik, dan metode volumetrik. Dengan menggunakan metode ini, maka kita melakukan semua metode baik itu dengan teknik pemindahan air, teknik penimbangan berat telur serta menghitung satu persatu-satu telur ikan yang kemudian akan dimasukkan ke dalam rumus yang telah diterngkan sebelumnya.
Suandson (1949) menyatakan bahwa jumlah telur di dalam ovari ikan secara umum akan bertambah sesuai dengan pertambahan ukuran tubuhnya, dan perkembangan telur ditandai dengan ukuran diameter telurnya. Semakin matang gonad ikan tersebut maka semakin besar pula diameter telur ikan itu.
Kemudian Effendie (1992) mengemukakan bahwa semakin berkembang gonad, telur yang terkandung didalam semakin membesar garis tengahnya, sbagai hasil dari pengendapan kuning telur, hidrasi dan pembentukan butir – butir minyak berjalan secara bertahap terliput dalam perkembangan tingkat kematangan gonad. Semakin meningkat tingkat kematangan diameter telur semakin membesar, sebaran diameter telur pada TKG akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.

4.2.4. Analisa Isi Saluran Pencernaan
Setelah dilakukan pembedahan pada bidang abdominalnya, maka terdapat 5 jenis mikroorganisme yang dimakan oleh ikan lele ini antara lain yaitu Anabaeropsis raciborskii wal, Lyngbya spirulinoides Gom, Gomphosphaeria aponina Kg, Cylendrocystis brebissoni Menegh, Glococystus vesiculosa Naeg.
Dalam menganalisa isi lambung ikan serta mempelajari kebiasan makan ikan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya yaitu dengan metode jumlah, metode frekwensi kejadian, metode perkiraan tumpukan dengan persen, metode volumetrik, metode gravimetrik dan metode gabungan.
Namun pada praktikum kali ini untuk melihat ataupun mempelajari kebiasaan makan ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus) dilakukan dengan menggunakan metode gabungan. Dimana metode jumlah ini dilakukan dengan jalan memperhitungkan individu organisme serta benda-benda lain yang terdapat di dalam alat-alat pencernaan makanannya, dengan menentukan Indeks Relatif penting (IRP). Apabila masing-masing jumlah sudah diketahui maka dapatlah dibandingkan yang satu dengan yang lainnya dan dapat ditarik kesimpulan dari macam-macam isi yang terkandung dalam alat pencernaan makanannya (Lagler. 1977).
Zonnefeld, Hiusman dan Bonn (1991) menyatakan bahwa panjang usus relatif tidak menunjukkan secara tepat tentang kebiasaan makan ikan. Walaupun usus relatif lebih panjang.
Menurut pendapat Bond (1979) yang menyatakan bahwa bentuk usus yang bergulung – gulung dimaksudkan untuk menambah masa penahanan dan pencernaan makanan yang sulit dicerna.
Asmawi (1983) menyatakan bahwa suatu makanan ikan minimal harus mengandung protein, karbohidrat, dan lemak. Ketiga zat tersebut masing – masing akan dirubah menjadi energi yang sangat diperlukan untuk melakukan aktivitas – aktivitas hidup dan biasanya ikan cenderung memilih protein sebagai sumber energi yang utama. Kualitas makanan baru dapat mempengaruhi pertumbuhan apabila jika makanan yang tersedia dalam jumlah yang banyak dan berkualitas baik. Sebaliknya jika makanan yang tersedia dalam jumlah sedikit maka makanan tidak akan mempengaruhi dalam kecepatan pertumbuhan ikan.

4.2.5. Penentuan Umur Ikan
Dalam praktikum penentuan umur ikan ini, sampel yang digunakan dengan mengambil tulang otolith yang terletak dibagian dalam kepala ikan. Perhitungan umur ikan ini harus dapat dikatakan kurang berhasil dikarenakan garis-garis annulusnya kurang jelas dan terlalu rapat sehingga hanya dapat dibuat gambar otolithnya saja.
Panjang baku dihubungkan dengan panjang otolith, karena setiap pertambahan panjang baku maka panjang kepala akan bertambah sehingga pertumbuhan otolith akan bertambah juga. Tanda tahunan pada otolith ada yang dapat dibaca langsung dibawah mikroskop tetapi kebanyakan tidak, melainkan harus meratakan permukaan agar dapat dilihat dengan hasil yang baik.
Tanda tahunan terjadi karena adanya kelambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh musim dingin atau kekurangan makanan atau faktor lain (Effendie, 1997)
Menurut Saanin (1984), karena satu jenis ikan berbeda besarnya disebabkan karena lebih umur atau keadaan tempat hidupnya, maka tidaklah mungkin memberikan ukuran bagian-bagian ikan sebagai tanda untuk identifikasi dalam ukuran mutlak; misalnya cm yang merupakan ukuran dalam mengidentifikasi. Kiemudian Effendie (1997) mengatakan pengukuran waktu yang baik sehubungan dengan pertumbuhan pada ikan adalah umur ikan tersebut. Bila umur ikan diketahui dengan tepat maka analisa pertumbuhan dapat dilkakukan dengan baik.
Cara lain untuk menentukan umur ikan dengan menggunakan mtode Petersen yaitu dengan menggunakan frekuensi panjang ikan. Ikan mempunyai satu umur tersendiri membentuk suatu distribusi normal. Sektor panjang rata-ratanya, bila frekuensi panjang tersebut digambarkan dengan grafik akan membentuk beberapa puncak. Puncak inilah yang dipakai tanda kelompok umur ikan. Untuk ikan yang lain masa pemijahan panjang menyebabkan terdapat pertumpuan ukur dari umur yang berbeda.

4.2.6. Mortalitas Ikan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan sebelumnya untuk melihat gejala yang timbul akibat pencemaran yang terjadi di suatu perairan digunakan sampel dimana bahan pencemar yang dipilih yaitu detergen sebanyak 60 gr dalam jangka waktu 45 menit sehingga dapat dilihat dengan jelas gejala – gejala yang timbul baik berupa gerakan ikan maupun gejala yang timbul pada permukaan tubuh ikan.
Pada ikan sample yang digunakan termasuk ikan yang tidak begitu kuat pertahanan tubuhnya karena tepat pada 45 menit terakhir ikan itu mati dan pada permukaan tubuhnya banyak terdapat lendir – lendir..
Dari hasil di atas ternyata ikan yang hidup pada suatu perairan ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan sekitarnya. Apabila lingkungan sekitar perairan tersebut tidak tercemar maka ikan yang hidup pada perairan tersebut akan berkembang dan tumbuh, namun sebaliknya apabila lingkungan perairan tersebut tercemar baik itu melalui industri dan bahan-bahan lainnya yang berasal dari rumah tangga seperti deterjan dan sebagainya maka ikan yang hidup pada perairan tersebut akan cepat mengalami kepunahan.
Moyle dan Cech (1988) mengatakan kepunahan populasi ikan yang hidup di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kepunahan dapat terjadi apabila kematian secara masal berkelanjutan sepanjang tahun dan dari tahun ke tahun. Faktor yang mendorong suatu populasi ikan cepat mengalami kepunahan antara lain :
 Perburuan/penangkapan yang dilakukan berkelanjutan terhadap populasi ikan yang sedang melakukan ruaya pemijahan. Sehingga tidak bisa meneruskan regenerasi berikutnya.
 Perburuan / penangkapan yang terus berkelanjutan pada jenis – jenis ikan tertentu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di pasaran.
 Pencemaran yang berkelanjutan pada lingkungan peraiaran yang tertutup
 Perusakan lingkungan habitat tertentu seperti penimbunan atau pengeringan perairan rawa – rawa, pengeboran habitat karang dan penimbunan perairan danau-danau berukuran kecil.
 Penangkapan ikan yang berkelanjutan dengan menggunakan tuba atau putas pada lingkungan perairan yang tertutup dan terbatas.

4.2.7. Pendugaan populasi
Untuk memahami dinamika populasi kita harus memahami dulu tentang histori atau aspek –aspek biologi dari suatu spesies fauna serta memahami parameter dari populasi serta aspek – aspek yang berhubungan satu dengan lainnya.
Jumlah individu dalam populasi dari suatu spesies ikan di lingkungan perairan tertentu dalam hal ini benih ikan Patin yang dimasukkan ke dalam ember hitam, selalu berubah karena dipengaruhi banyak factor. Diketahuinya jumlah individu dalam suatu populasi dari setiap jenis fauna yang berada dalam perairan lingkungan tertentu maka akan dapat mendukung untuk mengetahui potensi suatu perairan tertentu, dengan diketahuinya jumlah individu dalam populasi dari spesies ikan yang bernilai ekonomis tinggi dari waktu ke waktu maka akan dapat diperkirakan berapa banyak individu dari spesies tersebut untuk di eksploitasi agar keberadaan populasinya di lingkungan perairan itu dapat dipertahankan (Pulungan, 2004).
Dalam pendugaan populasi dapat digunakan metode yaitu: secara langsung dan tidak langsung sedangkan dalam perhitungan populasi digynakan tiga metode yaitu: 1) Metode Petersen, 2) Metode Schumacher dan Eschemeyer, 3)Metode Zoe Scahnebel.
Dari sejumlah hasil ikan tangkapan kembali akan didapatkan pula ikan yang bertanda. Dengan demikian parameter yang akan didapatkan dalam sensus ini adalh jumlah ikan yang diberi tanda, jumlah ikan tangkapan untuk disensus jumlah ikan yang tertangkap ada tanda, populasi ikan pada waktu pemberian tanda (Effendie, 1979)
Pada praktikum Pendugaan populasi ini menggunakan 50 benih ikan Patin yang dimasukkan ke dalm ember hitam. Dilakukan penangkapan, dan ikan yang sudah tertangkap diberi tanda dengan pemotongan pada ekornya. Kemudian dilakukan penangkapan lagi, apabila ada ikan yang bertanda yang tertangkap di catat. Lalu data tersebut dihitung dengan menggunakan Metode Petersen, Metode Zoeschabel, Metode Schumacher dan Eschmeyer. Indeks bias masing – masing metode juga dihitung.

4.2.8. Larva Ikan
Sebelum embrio menetas, maka embrio akan sering merubah posisinya karena kekurangan ruang gerak di dalam cangkang, sehingga dengan adanya pergerakan tersebut bagian cangkang telur akan menjadi lunak dan akhir nya telur akan pecah. Pada bagian cangkang yang pecah ujung ekor embrio akan dikeluarkan terlebih dahulu, sedangkan bagian kepalanya akan dieluarkan pada bagian akhir, karena bagian kepala ini paling besar jika dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya (Effendie, 1997).
Larva yang baru keluar dari cangkang telur digolongkan sebagai prolarva dengan ciri-ciri larva belum memiliki bukaan mulut, sirip belum terbentuk sempurna, membawa kuning telur sebagai cadangan maknan selama masa pro larva. Lamanya masa menjadi prolarva atau sampai habis kuning telur bervariasi untuk setiap spesies ikan, biasanya sekitar 3-7 hari. Cepat lambatnya habis cadangan makanan berupa kuning telur dapat dipengaruhi oleh : jumlah kuning telur yang dibawa telur, factor fisiologis selama masa embriologi, kondisi lingkungan seperti suhu perairan, dan sifat spesies itu sendiri. Sesudah habis cadangan makanan berupa kuning telur maka larva memasuki periode post larva dan pada saat ini bukaan mulut sudah terbentuk dan beberapa organ tubuh mulai terbentuk sempurna serta mulai difungsikan (Permana, 1987).
Individu ikan yang masih berada pada vase larva akan mengalami rona kehidupan yang penuh resiko atau merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupannya, karena pada masa ini individu ikan masih berada dalam fase peralihan dari bentuk yang primitif menjadi bentuk yang definitif.
Bentuk primitif yaitu sebagian organ-organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna dan belum dapat melaksanakan fungsinya secara baik. Sedangkan bentuk definitif adalah bentuk individu baru yang sudah memiliki bentuk tubuh secara sempurna dan semua organ tubuh telah berfungsi seperti pada kedua induknya.












V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dengan diperolehnya data-data morphometrik dan meristik diketahui bahwa setia spesies ikan mempunyai ukuran tubuh yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dan juga didapat perbandingan antara panjang tubuh dengan panjang bagian tubuh lainnya. Kemudian dengan melakukan pendeterminasian untuk memperoleh data kita dapat menentukan spesies dari objek praktikum yang kita lakukan yang sering dikenal dengan pengidentifikasian.
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelumdan sesudah ikan memijah. Pengamatan tahap-tahap kematangan gonad dapat dilakukan secara morfologi dan histologi. Pengamatan morfologi dapat dilakukan di laboratorium dan dilapangan, sedangkan histologi dilakukan dilaboratorium.
Nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikali 100 %.
Nilai fekunditas suatu individu ikan selalu bervariasi, karena dipengruhi oleh umur atau ukuran individu ikan, jenis dan jumlah dari makanan yang dimakan, sifat ikan, kepadatan populasi, lingkungan hidup dimana ikan itu berada dan faktor fisiologi tubuh.
Jumlah telur di dalam ovari ikan akan mengalami penambahan sesuai dengan pertambahan ukuran tubuh ikan tersebut dan perkembangan telur ditandai dengan ukuran diameter telur yang semakin besar.
Keberadaan jenis makanan dan jumlah makanan yang tersedia diperairan sangat dipengruhi oleh faktor biotik dan abiotik pada perairan dimana tempat ikan itu hidup.
Dalam menentukan umur individu ikan dapat diamatiberdasarkan tanda-tanda tahunan (Annulus) yang dimiliki oleh ikan tersebut. Dengan mengamati sisik kunci, tulang vertebrae, tulang operculu, duri sirip dan tulang otolith.
Dari hasil yang termudah untuk mengetahui berapa umur suatu spesies ikan dapat dilihat dari lingkaran harian atau tahunan yang terdapat pada tulang otolith.
Pertumbuhan tulang otolith melalui permukaan dan endapan material suatu proses yang berhubungan dengan massa. Otolith tersusun dari kontraksi kalsium karbonat dalam bentuk organic dan berserat, kolagen yang menyerupai protein otolith.
Ikan yang hidup pada suatu perairan ditentukan dengan faktor-faktor lingkungan sekitarnya. Apabila lingkungan sekitar perairan tersebut tidak tercemar maka ikan yang hidup pada perairan tersebut akan berkembang dan tumbuh, namun sebaliknya apabila lingkungan perairan tersebut tercemar baik itu melalui industri dan bahan-bahan lainnya yang berasal dari rumah tangga seperti deterjan dan sebagainya maka ikan yang hidup pada perairan tersebut akan cepat mengalami kepunahan.
Ikan–ikan yang habitatnya terkena pencemaran akan mengalami kematian dengan memperlihatkan gejala – gejala yang ditimbulkannya seperti pergerakan ikan yang lambat ataupun hanya diam di dasar perairan dan terkadang bergerak sangat lincah dan pada permukaan tubuhnya banyak terdapat lendir. Mortalitas ikan sangat ditentukan oleh beberapa faktor misalnya suhu, makanan, letak lintang dan umur ikan tersebut.
Manfaatnya dalam penanganan populasi ini perlu diperhatikan parameter—perameter yang terdapat dalam populasi tersebut baik itu parameter pada individu ikan maupun parameter pada populasinya. Pemberian tanda pada ikan dapat dilakukan secara marking dan tagging. Marking adalah pemberian tanda pada tubuh ikan tetapi tidak menggunakan benda asing hanya memotong pada sirip perut ikan dan pemberian tato pada ikan tersebut sebagai tanda bahwa ikan tersebut telah diberi tanda. Sedangkan Pemberian secara tagging adalah dengan cara menempelkan benda asing ketubuh ikan (benda yang tidak berkarat, seperti : perak, almunium, plastik, ebonut dan selulloid.
Ikan yang baru keluar dari cangkangnya tergolong pada fase pro larva yaitu larva ikan yang masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur dan sebagian organ-organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna dan belum berfungsi. Setelah masa ini larva ikan memasuki fase post larva, dimana pada fase ini larva ikan sudah mulai kehilangan cadangan makanannya berupa kuning telur dan sebagian organ-organ tubuhnya sudah mulai terbentuk dan mulai difungsikan secara baik.
Cepat lambatnya habis cadangan makanan berupa kuning telur dipengaruhi oleh jumlah kuning telur yang tersedia di bawah telur, factor fisiologis selamam periode embriologis, kondisi lingkungan seperti suhu perairan, serta sifat spesies ikan itu sendiri.

5.2 Saran
Alat-alat praktikum saat ini sudah cukup tersedia, namun diharapkan untuk yang akan datang agar alat-alat praktikumnya bisa lebih dilengkapi agar lebih bisa mendapatkan hasil yang kita inginkan dalam praktikum Biologi Perikanan ini.














DAFTAR PUSTAKA

Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia, Jakarta. 82 hal.

Bagenal, t.b. and e. braum. 1967. Eggs and Early Life History. In W. E. Ricker (ed) Methode for Assesment of Fish Production In Freshwater, IPB Hanbook No. 3. International Biological Programme, London. P 166-198
Bailey, k. M. And e. D. Honde. 1989. Predation on Eggs and Larvae of Marine Fishes and the Recruitment Problem, In Marine Biology Vol 25 Ed. JHS Blaxter and Djajasewaka, h. 1985. Pakan Ikan. Jasaguna. Jakarta. 42 hal.Aj sout hward. Academic Press, p 1-83.

Klein. L. 1962. Rever Pollution II: Causes And Effecttens. Butterwouth and Cc. Ltd, London, 293 pp.

Bond, C.E. 1979. Bioloby Of Fishes. WB Saunders Company, London. 512p
Dahuri, R. 2002. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Damanik, Ningse. 2001. Inventarisasi Ikan Ordo Cypriniformes yang terdapat di Waduk Koto Panjang. Laporan Praktek Lapangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. 27 hal. (tidak diterbitkan)
Dinas Perikanan Tingkat I Riau. 2001. Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Riau, Pekanbaru.
Djuanda T., 1981. Dunia Ikan . Armico . Bandung . 191 halaman
Effendie,M.I.,1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia. 112 hal
Effendie, M .I., 1978. Biologi Perikanan – bagian I : study Natural History. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, bogor. 105 hal (tidak diterbitkan).

Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor. 112 hal .
Effendie, M. I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. 163 hal .
Hardjamulia,A dan S, rabegnator,1991. Penelitian perikanan air tawar: Hasil dan dampaknya bagi pengembangan perikanan rakyat, hal 63-67.

Jhingran, V. 1975. Fish and Fisheries of India. Hindustan Publishing Corp (India) 6-U. B, Jawahar nagar, Delhi. 954 p.
Jones, R. E. 1978. The Vertebrata Ovary Comparative Biology and Evolution. University of Colombo. New york and London. 63 P.

Katrini, 1995. Tingkat Kematangan Gonad dan Perbandingan Jenis Kelamin Ikan Selais (K. apogon Blkr) yang tertangkap di sungai Kampar kiri, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten kampar. Skripsi Fakultas Perikanan. Universitas Riau. Pekanbaru. 61 hal (tidak diterbitkan)
Kottelat, M. Whitten. S.N. Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo, 1993. Ikan- ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition Limited. Jakrta. 243 hal
Klein. L. 1962. Rever Pollution II: Causes And Effecttens. Butterwouth and Cc. Ltd, London, 293 pp.
Krebs, C.J.1972. Ecology the Experimentel Analysis of Distribution and Abudance, Harper and Rowws. 694 p.

Lagler, K.F ; J. E. Badach; R.R Miller and D,R. Masyarakat Passino., 1977.Ichtiologi. Jonh Willey and Sons. Inc. Toronto, 506 p.
Lam, T. J. 1985. Induced Spawning in Fish. Oceanic Institut and Tungkang Marine Laboratory.
Manda, Ridwan. dkk. 2006. Kumpulan Istilah dalam Materi Kuliah Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan UNRI.
Morales. nin, B., 1992. Determination of Growth in Bony fisher from Otolith Microstructure. FAO Fisheries Tehnical Paper. 110.332, Rome 51 page.

Moyle, P.B. and J.J. CECH, 1988. Fisher and Introduction to Ichtiology, 2 edition, Prentice Hall. Englewood Cliffs, New Jersey. 559 p.

Mujiman, A. 1987. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. 239 hal
Nelson, 1984. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV, Aneka Solo, 169hal
Nelson, J. S. 1984. Fishes of the world 2nd edition. Jhon wiley and sons. New york, 524 P.
Nikolsky (1969). Tingkat Kematangan Gonad Pada Ikan Air Tawar
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Paling. J.E. 1971. Causes of Mortality. In Metode for Assessment of Fish Production in Freshwater. ED. W. E. RICKER. IPB Handbook No. 3 Blackwell Scientific Publication. Oxford. 226-235.
Permana, E. 1987. Perkembangan Larva Ikan. Karya Ilmiah, Faperika IPB, Bogor (Tidak diterbitkan)
Pulungan, C. P. 1985. Morphometrik Ikan Selais Siluroidea dari perairan kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau. Pusat Penelitian UNRI, Pekanbaru. 54 hal (tidak diterbitkan)

Pulungan, 1990. Fekunditas dan Seberan Diameter Telur dari Beberapa enis Ikan Cyprinid dari Danau Lubuk Siam, Riau. Pusat Penelitian Universitas Riau, pekanbaru. 57 hal (tidak diterbitkan)
Pulungan. 2004. Hand Out Kuliah Mata Kuliah Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru.

Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 & 2. Bina Cipta. Jakarta.

Suandson, B. 1949. Natural Selektion and Eggs Fish Freshwater. Drottingholn. 115 :122 P

Syamsudin, A.R, 1980. Pengantar Perikanan. Karya Nusantara, Jakarta.
Syandri, H. 1996. Aspek Reproduksi Ikan Bilih (Mystacoleusus padangensis Blkr) dan Kemungkinan Pembenihannya di Danau Singkarak. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor 99 hal (tidak diterbitkan)
Tang, U. M. dan Affandi. 2001. Biologi Reproduksi Ikan, Penerbit Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan. Universitas Riau. Pekanbaru. 153 hal

Tee, G. A. C. 1982. Some Aspect of the Ecology of the Mangrove Forest of Sungai Buloh. Selangor II : Distribution Pattern and Population Dynamic of Three Dwelling Fauna. Malay. Nat. Jurn. 35 : 267 – 277.

Uktolseja, J.C.B dan Purwasamita, 1987. Fekunditas dan Diameter telur Ikan Cakalang (Katsuwanus pelamis lineus) di Perairan sekitar Ambon, Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 44 – 76.

Weber dan Beaufort, 1931. The Fishes of Indonesia-Australia Archipelogo. Laiden.
Weber, M and L. F. De Beaufort, 1965. The Fishes Of The Indo Australian Archipelago III, Brill Ltd. Leaden. 455 p.

Yuniarti. R. 1995. Perkembangan Telur dan Fekunditas Ikan Selais Yang tertangkap di Sungai Kampar Kiri. Kecamatan Kampar Kiri. Kabupaten Kampar, Skripsi Fakultas Perikanan, Universitas Riau. Pekanbaru. 57 hal (tidak diterbitkan)

Znnofeld, N., E.A. Huisman dan J.H Bonn, 1991. Prinsip – Prinsip Budidaya Ikan. Gramedia, Jakarta. 318 hal.






LAMPIRAN






Lampiran 4. Alat-alat yang digunakan dalam Praktikum




Baki Serbet




Pena Pensil


Penghapus Penggaris




Buku penuntun praktikum Laporan sementara




Jarum Mikroskop




Gunting Timbangan



Sartorius Cawan Petri




Gelas ukur Pipet tetes



Cawan Petri Ember




Saringan Toples

Tidak ada komentar:

Posting Komentar