Kamis, 18 Juni 2009

Bioper 2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perairan umum indonesia yang meliputi dua pertiga wilayah tanah air Indonesia memiliki Potensi sumber daya hayati perikanan yang besar dan belum seluruhnya dapat dikelola. Mengingat sangat mendesaknya kebutuhan akan protein hewani yang berasal dari ikan, maka sudah seharusnya memanfaatkan sumber-sumber hayati perairan yang ada dan dimanfaatkan semaksimal mungkin karena akan dapat menunjang perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nelayan dan perbaiakan gizi masayarakat. Keadaan ini sejalan dengan pertambahan penduduk serta kondisi geografis Indonesia yang mutlak memerlukan pelaksanaan peningkatan dalam bidang perikanan.
Usaha perikanan yang ada di Indonesia merupakan perpaduan antara usaha perikanan darat dan perikanan laut. Ikan merupakan sumber protein yang paling murah dibanding dengan sumber protein yang lainnya seperti telur, susu dan daging (DINAS PERIKANAN KABUPATEN BENGKALIS, 1996/1997).
Luas perairan umum Riau adalah 62.648,53 Ha, terdiri dari luas perairan umum Indragiri Hilir 2.600 Ha, luas perairan umum Indragiri hulu 33,164 Ha, luas perairan umum kuansing singingi 23.086 ha, luas perairan umum Pekanbaru 85 Ha, luas perairan umum Siak 764 Ha, luas perairan umum Bengkalis 70 Ha, dan luas perairan umum Kampar 2.795,99 Ha (DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001).
Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki wilayah daratan 94.561 km2 dan 3.241 pulau-pulau yang memiliki empat satuan wilayah sungai yaitu sungai Rokan, siak, Kampar dan sungai Indragiri yang merupakan perairan yang potensial untuk pembangunan usaha perikanan (YUNIARTI, 2000).
Untuk propinsi Riau produksi perikanan umum adalah sebesar 12.706,6 ton atau 7% dari seluruh produksi prikanan Riau, dimana produksi perikanan tersebut berasal dari kabupaten indragiri hulu, Kampar, Bengkalis dan Indragiri hilir (EVY, MUJIANTI dan SUJONO, 2001).
Salah satu jenis ikn air tawar yang potensial untuk dikembangkan ialah ikan Palau bujap yang hampir mirip dengan ikan paweh. Ikan ini merupakan salah satu spesies yang mampu beradaptasi terhadap kondisi perairan yang marginal, seperti derajad keasaman perairan yang relatif rendah dan adanya dominasi ikan-ikan yang yang sering menimbulkan masalah di perairan umum. Disamping itu ikan Palau bujap umumnya jarang terserang penyakit atau parasit. Kalaupun ada pen7yakit yang menyerang tidaklah berbahaya (HARDJAMULIA, 1978). Ikan ini juga merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang ada di perairan tawar (DJAJADIRREDJA, et al., 1977.
Ikan merupakan organisme tingkat tinggi yang memiliki nilai ekonomis dan ekologi penting. Mengingat pentingnya keberadaan ikan dalam suatu ekosistem, maka diperlukan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi, antara lain tingkat kematangan gonad, fekunditas, hubungan panjang berat, seksualitas ikan, ruaya, pemijahan, awal daur hidup, kebiasaan makanan dan cara memakan, persaingan dan pemangsaan, pertumbuhan ikan, umur ikan, analisis populasi dan analisa saluran pencernaan yang merupakan kunci penting dan harus diperhatikan untuk menjamin kelestarian sumberdaya dan usaha budidaya ikan tersebut.

1.2. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pelaksanaan pratikum ini adalah untuk mengenal jenis ikan baik yang berasal dari habitat air tawar maupun dari habitat air laut, dengan cara melihat seksual primer dan seksual sekunder yang dimiliki ikan tersebut.
Manfaat dari pratikum ini adalah untuk mengenal lebih jauh lagi tentang identifikasi yang dimilik ikan yang kita amati dengan menggunakan data mertistik dan morphometrik serta suatu informasi tentang keberadaan habitat ikan tersebut.













II. TINJAUAN PUSTAKA


Ikan adalah hewan bertulang belakang yang berdarah dingin, hidup di air, pergerakan dan keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip dan bernafas dengan insang ( RAHARJO, 1980)
Menurut MUDJIMAN (2001) setiap ikan mempunyai makanan yang berbeda. Jika dilihat dari jenis makanannya maka ikan dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu herbivor, karnivora dan omnivora. Berdasarkan cara makannya ikan dibedakan menjadi lima golongan yaitu pemangsa (predator), penggerogot (grazer), penyaring (strainer), penghisap (sucker) dan parasit.
Berdasarkan macam makanannya, ikan dapat kita bedakan menjadi lima macam golongan yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivor atau vegetaris, pemakan hewan (karnivor), pemakan tumbuhan dan hewan (omnivor), pemakan plankton dan detritus (hancuran bahan organic) dan pemakan dasar (EFFENDI 1997 dan PULUNGAN, PUTRA, EFRIYELDI dan EFIZON, 2001).
Menurut SUSANTO (1987) ciri-ciri dari ikan Palau bujap panjang tubuh 15 cm. Sirip punggungnya mempunyai 3 jari-jari keras dan 10-11 jari-jari lunak. Sirip dubur mempunyai 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Warna tubuh hitam kecoklat-coklatan, pada punggung dan pangkal sirip punggungnya ada serangkaian binti-bintik hitam.
Menurut (KOTTELAT et. al. 1993, SAANIN, 1984 dan DJUHANDA ,1981). Ciri-ciri ikan Palau bujap adalah tidak ada tubus keras pada moncong, 6-9 baris bintik-bintik berwarna pada sepanjang barisan (walaupun tidak terlalu jelas), terdapat bintik bulat besar pada batang ekor, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik, letak mata lebih tinggi, jari keras sirip dubur tidak bergigi sebelah ke belakang, permukaan sirip punggung dimuka, diatas atau sedikit dibelakang sirip perut, sirip ekor bercagak dua, bentuknya simetris, dekat sudut rahang atas ada dua sungut peraba
DJUHANDA (1981) mengklasifikasikan ikan Palau bujap ke dalam, ordo Cypriniformes, famili Cyprinidae, genus Osteochillus , dan spesies Osteochillus kahajanensis.
Ikan jantan mempunyai kelenjar yang berwarna putih yang permukaan licin, berisi sel-sel kelamin jantan (sperma) dan saluran pelepasan disebut vasdeferens. Saluran ini bertemu dan bersatu dengan saluran kencing. Sedangkan pada ikan betina kelenjar kelaminnya mempunyai permukaan kasar, berbintik bintik, berisi sel telur dan saluran pelepasan disebut dengan oviduct. (SURIPTO 1982)
Ukuran warna gonad bervariasi tergantung kematangan sel telur tersebut. Beratnya bisa mencapai 12% dari berat tubuhnya. Kebanyakan testes transparan dan putih. Sedangkan ovari kuning. (RIDWAN, 1980)
Berdasarkan tempat pemijahan. Ikan dapat dimasukkan kedalam beberapa golongan, yaitu golongan ikan phytopil yang memijah pada tanaman. Golongan psamopil memijah dipasir. Golongan ikan pelagopil memijah pada kolam air diperairan dan golongan ikan ostracopil pada cakang yang telah mati (RAHARJO, 1980).
EFFENDIE (1979) menyatakan bahwa sifat seksualitas primer pada ikan ditandai dengan adanya yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya. Sifat seksual sekunder adalah tanda-tanda luar yang dipakai untuk membedakan jantan dan betina. Apabila suatu spesies ikan mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina, maka spesies itu mempunyai seksual dimorphisme. Dan apabila yang menjadi tanda itu adalah warna, maka ikan tersebut mempunyai sifat dicromatisme. Pada ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan mebarik dari pada ikan betina.
LAGLER et al., (1977) menyatkan bahwa perbedaan antara ikan jantan dan ikan betina pada jenis ikan yang sama dapat dilihat pada ukuran kepala, bentuk kepala, permukaan tengkorak kepala, bentuk sirip ekor, bentuk badan, bentuk perut, bentuk sirip anus, dasar sirip dada, bentuk sirip perut dan sirip aus, bentuk serta ukuran lubang pelepasan alat kelamin.









III. BAHAN DAN METODE


3.1. Waktu dan tempat
Pratikum Biologi perikanan tentang seksualitas ikan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2005 setiap hari Senin pada pukul 14.00 – 17.00 WIB. Yang bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah ikan Palau bujap yang satu genus dengan ikan paweh. Sebagai objek yang diamati selama pratikum.
Sedangkan alat yang digunakan dalam pratikum adalah baki atau nampan, kain lap, laporan sementara, buku pratikum, alat untuk menghitung sisik, timbangan, gunting, pisau dan alat tulis. Sebagaimana terlampir pada (lampiran 1).

3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pratikum Biologi perikanan dengan judul seksualitas ikan ini adalah metode dengan pengamatan langsung terhadap objek pratikum yang diteliti atau yang diamati, yang tetap berpegang pada buku panduan pratikum dan didukung beberapa literature tertentu. Objek pratikum yang diteliti dan diamati adalah ciri seksual primer terdiri atas membedah tubuh ikan, mengeluarkan gamet melalui stripping (pengurutan) dan mengambil gamet dengan bantuan alat yang disebut cateter canula (selang halus) dan ciri seksual sekunder ikan yang terdiri atas seksual dirmophisme dan seksual dicromatisme.


3.4. Prosedur Pratikum
Di dalam prosedur pratikum ini, yang pertama dilakukan adalah identifikasi ikan yang menjadi objek praktikum, kemudian ukur panjang total (TL), panjang baku (SL), tinggi badan (Bd h), panjang kepala (Hd L), panjang fork (FL). Setelah dilakukan pengukuran secara morphometrik selanjutnya ditimbang. Amati perbedaan antara ikan ikan jantan dan betina dengan seksualitas sekunder dan untuk memastikan jenis kelamin ikan tersebut dengan seksualitas primer.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktikum diperoleh data sebagai berikut:
NO TL
(mm) SL
(mm) FL
(mm) Bd H
(mm) Hd L
(mm) BERAT
(gram) JENIS KELAMIN
1. 200 150 145 60 35 120 Betina
2. 175 130 154 55 30 80 Jantan
3. 205 155 180 60 33 120 Betina
4. 170 128 145 48 28 60 Betina
5. 180 135 150 55 30 190 Betina
6. 160 119 160 46 27 60 Jantan
7. 165 123 135 45 21 70 Jantan
8. 145 104 120 43 26 40 Jantan
9. 160 124 133 45 27 50 Jantan
10. 135 96 113 38 29 10 Jantan
11. 150 110 130 42 27 50 Jantan
12. 130 93 110 38 23 30 Jantan
13. 140 104 120 42 24 30 Jantan
14. 160 120 135 47 26 50 Jantan
15. 180 131 155 55 28 80 Betina
16. 165 121 140 51 30 70 Jantan
17. 145 104 123 40 25 40 Jantan
18. 155 115 130 44 25 50 Jantan
19. 155 122 135 46 25 50 Jantan
20. 160 118 130 43 26 60 Jantan
21. 130 97 405 32 23 30 Jantan
22. 135 97 110 38 22 40 Jantan
23. 120 94 110 38 23 30 Jantan
24. 175 130 150 50 28 70 Betina
25. 175 132 145 50 29 80 Betina
Catatan : Jumlah ikan jantan 18 ekor
Jumlah ikan Betina 7 ekor

4.1.1. Klasifikasi dan Morfologi ikan Palau bujap (Osteochilus kahajanensis)

Adapun klasifikasi dari pada ikan Palau bujap menurut SAANIN (1981) adalah :
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus kahajanensis

Untuk menentukan ciri seksual primer pada ikan dengan penentuan berdasarkan gonadnya, pada ikan jantan testes bewarna putih dan pada ikan betina ovarynya bewarna kuning.
Pada seksual sekunder dibagi atas seksual dirmophisme dan dicromatisme. Ciri seksual dirmophisme yang diamati adalah bentuk tengkuk kepala ikan jantan tumpul dan ikan betina lancip, warna ujung sirip punggung pada ikan jantan terang dan pada ikan betina pudar, bentuk abdominal pada ikan jantan berbentuk datar dan untuk ikan betina bulat, bentuk papilla genital pada ikan jantan berbentuk lonjong dan ikan betina berbentuk bulat, jumlah lubang papilla genital pada ikan jantan berjumlah satu dan pada ikan betina juga satu, bentuk salah satu sirip anal untuk ikan jantan keras dan begitu juga pada ikan betina. Bentuk sirip perut sebelah kiribaik pada ikan jantan dan ikan betrina berbentuk bulat.
Ciri-ciri dari pada seksual dicromatisme yang diamati adalah warna tubuh pada ikan jantan bewarna putih keperakan, terang sedangkan pada ikan betina putih keperakan, pudar. Warna pada sirip punggung dan ekor pada ikan jantan kemerahan dan hitam merah (terang), untuk ikan betina bewarna keabu-abuandan hitam merah (pudar), garis warna pada sirip ekor dan tubuh untuk ikan jantan merah terang dan kehitaman sedangkan pada ikan betina merah pudar dan keperakan, warna noktah pada batang ekor untuk ikan jantan hitam pudar dan ikan betina hitam terang dan warna pada dasa4r sirip dada pada ikan jantan bewarna putih dan ikan betina bewarna hitam.



4.1.2. Gambar bentuk ovary dan testes
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktikum bahwa dalam seksualitas ikan pada beberapa spesies ikan tertentu dapat terlihat apabila ikan sudah mengalami matang gonad (kelamin), akan tetapi pada beberapa spesies ikan linnya ciri-ciri seksual itu dapat terlihat dengan jelas walaupun individu ikan tersebuty belum matang gonad ataupun sudah selesai mijah.
Penampakan ciri seksual yang dimiliki pada setiap individu spesies ikan terdiri dari seksual primer dan seksual sekunder. Pada pengamatan ciri seksual primer pada individu ikan dilakukan melalui beberapa cara yaitu membedah tubuh ikan bagian abdominal individu ikan tersebut, amati gonad yang dimiliki apakah berbentuk testes atau ovary, mengeluarkan ganet yang dilkukan dengan cara menstriping induk yang sudah matang gonad dilakukan dengan cara memberi tekanan lembut dan halus pada bagian abdominal dan diurut dari arah dada kelubang genital dan mengambil gamet dari dalam gonad melalui cara pengisapan dengan bantuan cateter canula. Dan yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan membedah tubuh ikan tersebut karena ikan itu sudah mati dan untuk mengunakan alat dari cateter canula tidak ada. Yang diamati seperti bentuk testes atau ovary dan warna testes atau ovary (EFFENDIE , 1979).
Pada penampakan sekunder dilakukan dengan memperhatikan penampakan ciri yang terlihat pada permukaan tubuh. Seksual sekunder dibagi atas seksual dimorphisme dan seksual dicromatisme. Pada seksual dirmophisme yaitru dengan melihat bentuk atau ukuran tubuh serta bagian-bagian tertentu dan organ-organ pelengkapnya seperti ukuran tubuh, bnetuk tengkuk kepala, bentuk abdominal. Dan pada seksual dicromatisme yaitu pengamtan berdasarkan warna pada permukaan tubuh dan organ-organ pelengkapnya seperti warna pada badan, warna pada sirip punggung dan ekor, warna noktah pada batang ekor, garis-garis warna pada sirip ekor dan tubuh dan warna pada dasar sirip dada dan perut.
Ikan yanng diamati atau menjadi objek praktikum sebanyak 25 ekor yang mana data morphometriknya dari setiap ekor ikan tersebut berbeda seperti panjang total (TL), panjang baku (SL), panjang fork (FL), tinggi badan (Bd H), panjang kepala (Hd L). hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain umur, induk ikannya berbeda, makanan, kualitas perairan dan pertumbuhan dari ikan tersebu
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil pratikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dalam seksualitas ikan dilakukan melalui dua data yaitu dengan seksual primer denga memperhatikan gonad yang dimilikinya dan seksual sekunder yang dibagi atas seksual dimorphisme (secara morfologi) dan seksual dicromatisme (warna) yang dilakukan dengan metode survey atau pengamatan langsung terhadap objek praktikum.
Pada ciri seksual primer pada setiap individu ikan dilakukan melalui beberapa cara membedah tubuh bagian abdominal individu ikan, kemudian amati gonad yang dimiliki apakah berbentuk testes atau ovary. Yang menjadi pengamatan pada seksual primer adalah bentuk testes atau ovary, warna testes atau warna ovary.
Sedangkan pada ciri seksual sekunder, penentuan jenis kelamin ikan dengan cara memperhatikan ciri dari pada permukaan tubuh ikan. Pengamatan pada ciri seksual sekunder dibagi atas seksual dimorphisme (morfologi) seperti ukuran tubuh, bentuk tengkuk pada kepala, bentuk abdominal, bentuk papila genital dan seksual dicromatirme (warna) seperti warna pada badan, pada sirip punggung dan ekor, warna noktah pada batang ekor dan warna pada dasar sirip dada dan perut.

.2. Saran
Agar pratikum Biologi perikanan ini dapat berjalan dengan lancar dan baik dimasa yang akan datang diharapkan ikan yang menjadi sampel adalah ikan yang masih segar dan kalau bisa ikan yang sudah matang gonad.








DAFTAR PUSTAKA

DINAS PERIKANAN KABUPATEN BENGKALIS. 1996/1997. Kebijaksanaan umum tentang perikanan dan kelautan. Bengkalis. 27 hal

DINAS PERIKANAN dan KELAUTAN PROPINSI RIAU, 2001. Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau. 45 hal (tidak diterbitkan).

DJUHANDA, T. 1981.Dunia ikan. Bagian I. Kehidupan ikan dalam ekosistem perairan di Indonesia. 20 hal.

DJAJADIREJA, R., S. HATIMAH dan Z. ARIFIN. 1977. Buku pedoman pengenalan sumberdaya perikanan darat bagian I. Dtjen perikanan. Jakarta. 96 hal.

EVY,R., ENDANG MUJIANI dan K. SUJONO.2001. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 96 hal.

EFFENDIE, M. I., 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor. 122 hal.

EFEENDIE., M. I., D. J. SJAFEI.; M. RAHARJO; R. AFFANDI dan SULISTIONO., 1979. Ichthyology Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 183 hal (tidak diterbitkan).

HARDJAMULIA, A., 1978. Budidaya perikanan. Departemen Pertanian. BPLPP. Sekolah usaha perikanan, Bogor. 58 hal.

KOTTELAT, M., A. J. WHITTEN., S. N Kartika sari., dan R.WIJOATMOJO. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Gajah Mada Press. 293 hal.

LAGLER, K. F; J. E. BAARDACH; R. R. MILLER and D. R. M PASSINO., 1977. Ichthyology. Jhon Willey and Sons. Inc. Toronto, 506 pp.

RAHARJO. 1980. Sistem morfologi dan anatomi ikan. Bandung. 21 hal.


SUSANTO. 1987. Budidaya ikan dipekarangan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 152 hal.

YUNIARTI. 2000. inventarisasi dan identifikasi ikan Channidae yang terdapat di Sungai Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek lapang. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. 32 hal (tidak diterbitkan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar